Artinya, apabila oknum perusahaan membeli solar subsidi dengan harga Rp 9.000 per liter, maka perusahaan bisa mendapatkan keuntungan dari hasil menghemat biaya pembelian solar sebesar Rp 11.000 per liter.
Dengan asumsi 2.000 liter solar yang dibeli setiap hari seperti yang disampaikan Bupati Indah, maka oknum perusahaan bisa menghemat biaya produksi sampai Rp 22.000.000.
Apabila pembelian dilakukan setahun penuh, setidaknya ada Rp 8 miliar biaya produksi yang dihemat perusahaan.
Akibat oknum-oknum nakal ini, negara bisa mengalami kerugian yang besar setiap harinya.
Menurut Ahad Rehadi, harga asli BBM jenis solar adalah Rp 13.500 per liter.
Pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 6.700 per liter, sehingga, harga jual di SPBU hanya Rp 6.800 per liter.
Baca juga: OTT Solar Subsidi, Bupati Lumajang Temukan Lebih dari 10 Barcode Dikuasai Sopir Truk
Artinya, jika 1.000 liter solar subsidi yang dicurangi setiap hari, maka potensi kerugian negara dari subsidi yang tidak tepat sasaran mencapai Rp 6.700.000.
Dalam setahun, setidaknya ada uang negara sebesar Rp 2.445.500.000 yang hilang karena subsidi tidak tepat sasaran.
Tidak hanya negara, masyarakat yang seharusnya menjadi penerima manfaat dari solar subsidi juga dirugikan.
Salah satunya, kata Indah, terjadi antrean panjang akibat stok solar subsidi di SPBU mengalami kekosongan.
"Masyarakat juga rugi, seperti beberapa waktu yang lalu terjadi antrean panjang karena solarnya habis," ucap dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang