SUMENEP, KOMPAS.com - Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Sumenep mencatat, hingga akhir 2024, terdapat 75.390 lulusan perguruan tinggi yang belum bekerja. Jumlah itu meliputi lulusan strata satu (S1), magister, dan doktor.
Angka tersebut naik signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 43.838 orang, dan menjadi yang tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Baca juga: Andra Soni Sebut Paradoks Banten: Punya Banyak Pabrik, tetapi Pengangguran Tinggi
Berdasarkan data Disnaker Sumenep, jumlah sarjana menganggur pada 2020 tercatat 36.427 orang, kemudian naik menjadi 42.084 pada 2021.
Pada tahun 2022, jumlah tersebut meningkat lagi menjadi 51.875 orang.
Angka tersebut sempat turun menjadi 43.838 orang pada 2023, lalu melonjak tajam menjadi 75.390 orang pada 2024.
Dari sisi pendidikan, jumlah sarjana yang belum bekerja jauh lebih besar dibandingkan lulusan diploma dan sekolah menengah kejuruan (SMK).
Pada 2024, hanya tercatat 10.116 lulusan diploma dan 17.419 lulusan SMK yang belum memiliki pekerjaan.
Baca juga: 1 Tahun Prabowo-Gibran, Pengangguran di Sumut Naik 0,38 Persen, Pakar Ungkap Penyebabnya
Kepala Disnaker Sumenep, Heru Santoso, menjelaskan, seluruh data tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumenep melalui mekanisme survei.
“BPS, Pak. Jadi kita ngambilnya dari BPS. Itu terlalu luas, melalui mekanisme survei. Kalau survei itu kan tidak bisa nama by name by address karena itu sampel,” kata Heru kepada Kompas.com, Kamis (23/10/2025).
Heru menambahkan, pihaknya tidak dapat menghitung secara mandiri jumlah pengangguran, namun terus berupaya menyiapkan tenaga kerja melalui berbagai pelatihan.
Pelatihan tersebut, jelas Herus, dibagi menjadi dua model, yaitu pelatihan yang diarahkan pada kebutuhan perusahaan dan pelatihan mandiri untuk mendorong wirausaha.
Menurut Heru, pelatihan berbasis kebutuhan perusahaan antara lain mencakup pelatihan satpam serta program pemagangan di hotel yang pernah dilakukan Disnaker.
"Kami pernah pelatihan satpam, pemagangan di hotel juga pernah," ungkap Heru.
Baca juga: Nasib Warga Cikande, Terpapar Radiasi Cs-137, Kini Jadi Pengangguran
Sementara itu, untuk pelatihan mandiri, difokuskan agar peserta mampu membuka usaha sendiri, bahkan bisa melibatkan keluarga dan lingkungan sekitar untuk menciptakan lapangan kerja bersama.
Heru menyebutkan, beberapa program pelatihan Disnaker dilaksanakan dengan menggandeng pihak swasta.
“Pelatihannya kerja sama dengan swasta. Fasilitasinya dari kita, seperti konsumsi dan instruktur juga dari Disnaker,” tuturnya.
Apabila lembaga pelatihan memiliki instruktur yang kompeten, Disnaker juga menjalin kerja sama langsung dengan tenaga pengajar tersebut untuk meningkatkan kualitas pelatihan.
Baca juga: Angka Pengangguran Kendal Turun 0,75 Persen, KIK Serap 66.000 Tenaga Kerja
Selain pelatihan, Disnaker Sumenep juga menangani berbagai persoalan ketenagakerjaan, mulai dari pelanggaran hak pekerja hingga perselisihan hubungan industrial.
Menurut Heru, laporan yang sering diterima antara lain terkait Tunjangan Hari Raya (THR) yang tidak dibayar, pesangon yang tertunda, hingga penahanan ijazah oleh perusahaan. Semua laporan tersebut dimediasi agar hak-hak pekerja tetap terpenuhi.
"Yang ijazah pernah dia orang Sumenep. Tapi bekerja di luar daerah. Kami fasilitasi komunikasi dengan pihak perusahaan dan pejabat di sana," jelas dia.
Hanya saja, Heru menegaskan, penanganan masalah ketenagakerjaan bersifat delik aduan.
“Jadi ada laporan dulu dari masyarakat, baru kami tindak lanjuti,” katanya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang