Salin Artikel

75.390 Lulusan Perguruan Tinggi di Sumenep Masih Jadi Pengangguran, Termasuk Lulusan Doktor

Angka tersebut naik signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 43.838 orang, dan menjadi yang tertinggi dalam lima tahun terakhir.

Berdasarkan data Disnaker Sumenep, jumlah sarjana menganggur pada 2020 tercatat 36.427 orang, kemudian naik menjadi 42.084 pada 2021.

Pada tahun 2022, jumlah tersebut meningkat lagi menjadi 51.875 orang.

Angka tersebut sempat turun menjadi 43.838 orang pada 2023, lalu melonjak tajam menjadi 75.390 orang pada 2024.

Dari sisi pendidikan, jumlah sarjana yang belum bekerja jauh lebih besar dibandingkan lulusan diploma dan sekolah menengah kejuruan (SMK).

Pada 2024, hanya tercatat 10.116 lulusan diploma dan 17.419 lulusan SMK yang belum memiliki pekerjaan.

Kepala Disnaker Sumenep, Heru Santoso, menjelaskan, seluruh data tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumenep melalui mekanisme survei.

“BPS, Pak. Jadi kita ngambilnya dari BPS. Itu terlalu luas, melalui mekanisme survei. Kalau survei itu kan tidak bisa nama by name by address karena itu sampel,” kata Heru kepada Kompas.com, Kamis (23/10/2025).

Heru menambahkan, pihaknya tidak dapat menghitung secara mandiri jumlah pengangguran, namun terus berupaya menyiapkan tenaga kerja melalui berbagai pelatihan.

Pelatihan tersebut, jelas Herus, dibagi menjadi dua model, yaitu pelatihan yang diarahkan pada kebutuhan perusahaan dan pelatihan mandiri untuk mendorong wirausaha.

Menurut Heru, pelatihan berbasis kebutuhan perusahaan antara lain mencakup pelatihan satpam serta program pemagangan di hotel yang pernah dilakukan Disnaker.

"Kami pernah pelatihan satpam, pemagangan di hotel juga pernah," ungkap Heru.

Sementara itu, untuk pelatihan mandiri, difokuskan agar peserta mampu membuka usaha sendiri, bahkan bisa melibatkan keluarga dan lingkungan sekitar untuk menciptakan lapangan kerja bersama.

Heru menyebutkan, beberapa program pelatihan Disnaker dilaksanakan dengan menggandeng pihak swasta.

“Pelatihannya kerja sama dengan swasta. Fasilitasinya dari kita, seperti konsumsi dan instruktur juga dari Disnaker,” tuturnya.

Apabila lembaga pelatihan memiliki instruktur yang kompeten, Disnaker juga menjalin kerja sama langsung dengan tenaga pengajar tersebut untuk meningkatkan kualitas pelatihan.

Selain pelatihan, Disnaker Sumenep juga menangani berbagai persoalan ketenagakerjaan, mulai dari pelanggaran hak pekerja hingga perselisihan hubungan industrial.

Menurut Heru, laporan yang sering diterima antara lain terkait Tunjangan Hari Raya (THR) yang tidak dibayar, pesangon yang tertunda, hingga penahanan ijazah oleh perusahaan. Semua laporan tersebut dimediasi agar hak-hak pekerja tetap terpenuhi.

"Yang ijazah pernah dia orang Sumenep. Tapi bekerja di luar daerah. Kami fasilitasi komunikasi dengan pihak perusahaan dan pejabat di sana," jelas dia.

Hanya saja, Heru menegaskan, penanganan masalah ketenagakerjaan bersifat delik aduan.

“Jadi ada laporan dulu dari masyarakat, baru kami tindak lanjuti,” katanya.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/10/23/103930878/75390-lulusan-perguruan-tinggi-di-sumenep-masih-jadi-pengangguran-termasuk

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com