Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tragedi Ponpes Al Khoziny, Pakar ITS Siap Bantu Dampingi Proyek Bangunan Lembaga Pendidikan

Kompas.com, 8 Oktober 2025, 21:09 WIB
Andhi Dwi Setiawan,
Bilal Ramadhan

Tim Redaksi

SURABAYA, KOMPAS.com - Pihak Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, bersedia memberikan pendampingan selama proses pembangunan lembaga pendidikan, termasuk pondok pesantren (ponpes).

Diketahui, bantuan itu kembali disosialisasikan setelah peristiwa ambruknya Ponpes Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, yang telah menewaskan 60 lebih santri, Senin (29/9/2025) lalu.

"Sudah berjalan, cuma belum dikenal. Yang kenal sudah minta assesment, perencanaan, evaluasi, pengawasan dan pelaksanaan," kata pakar teknik Sipil ITS, Mudji Irmawan, Rabu (8/10/2025).

Baca juga: Polda Jatim Periksa 17 Saksi dalam Peristiwa Robohnya Mushala Ponpes Al Khoziny

Mudji mengatakan, pihaknya sempat membantu lembaga pendidikan seperti ponpes, di Lamongan, Mojokerto, hingga Situbondo.

Namun, yang mengetahui masih belum banyak.

“Dari banyaknya jumlah dan belum kenal, itu yang mestinya tetap kita bantu. Baik secara personal ataupun organisas. Khususnya fasilitas pendidikan, tidak hanya ponpes," jelasnya.

Lebih lanjut, kata Mudji, pihaknya siap memberikan bantuan selama proses pembangunan gedung sesuai standar.

Hal tersebut untuk mengantisipasi jatuhnya korban jiwa.

“Saya kira sudah lama, sejak saya melaksanakan kegiatan pendidikan di ITS sudah membantu, cuma parsial tidak secara organisasi. Mengingat banyak kejadian, sudah seharusnya kita bisa bantu," ujarnya.

Baca juga: Polda Jatim Periksa 17 Saksi dalam Kasus Ponpes Al Khoziny Ambruk

Diberitakan sebelumnya, Mudji mengatakan, setiap pembangunan gedung bertingkat memiliki risiko tinggi, terutama jika tidak didukung oleh perencanaan dan pengawasan yang sesuai kaidah teknik.

“Sebagian besar keruntuhan bangunan berawal dari kelalaian manusia dalam proses konstruksi,” kata Mudji, melalui rilisan tertulisnya, Rabu (8/10/2025).

Mudji menilai, kasus Ponpes Al Khoziny menjadi contoh risiko pembangunan yang dilakukan secara bertahap, atau gedung tumbuh tanpa perhitungan ulang kekuatan struktur.

Menurut Mudji, proses tersebut dapat menyebabkan sejumlah elemen bangunan, seperti kolom dan balok menanggung beban yang berlebih di luar kapasitas desain awalnya.

“Setiap penambahan lantai harus disertai perencanaan struktural yang baru, karena beban pada bagian bawah akan meningkat signifikan,” ucapnya.

Ahli teknik forensik dan investigasi kerusakan struktural tersebut mengungkapkan, pentingnya penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) 2847 tentang perencanaan beton bertulang.

Standar itu menghitung batas kekuatan beton maksimal sebesar 85 persen dari mutu material nominal.

Dengan mempertimbangkan margin keamanan terhadap variasi mutu atau kesalahan di lapangan.

“SNI telah mengatur faktor keamanan secara detail, dan jika diterapkan dengan disiplin, potensi kegagalan bisa ditekan seminimal mungkin,” jelasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau