LUMAJANG, KOMPAS.com - Membina desa, mendata penduduk dan menjaga ketertiban desa adalah rutinitas seorang bintara pembina desa (Babinsa).
Begitu pula dengan Sersan Mayor Masruri, seorang Babinsa di Desa Tunjung, Kecamatan Gucialit, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Tempat bertugas Masruri berada jauh dari keramaian dan hiruk pikuk kota. Desa Tunjung merupakan desa kecil di bawah kaki Gunung Semeru, yang penduduk sekitar 2.000 jiwa.
Berada jauh dari keramaian kota membuat Masruri lebih peka. Bisikan hati untuk berbuat lebih dari sekadar tugas resminya lebih mudah ia dengar.
Baca juga: Babinsa Kawal Penghapusan Mural One Piece di Sragen, Dandim: Hanya Menjalankan Tugas
Saat Masruri menemukan Nenek Arsinah meringkuk kedinginan di dalam kandang sapi yang bau, langkah kaki yang biasanya tegap mendadak bergetar.
Bau amonia, lumpur, dan rumput yang sehari-hari dihirup Nenek Arsinah di usia senjanya, terus menghantui pikiran Masruri.
Nenek Arsinah terpaksa tinggal di kandang sapi karena rumahnya yang terbuat dari bambu sudah kropos dan sebagian atapnya hilang.
Sapi-sapi yang biasa menemani Arsinah istirahat ternyata juga bukan miliknya. Ia hanya membantu tetangga menjaga sapinya.
Kondisi nenek Arsina tidur di kandang sapi saat dikunjungi Serma Masruri."Sebagai Babinsa memang tugas saya setiap hari keliling memastikan ketertiban desa dan keamanan, nah waktu itu saya bertemu sama Mbok Imo alias Ibu Karsinah kondisinya memprihatinkan," ungkap Masruri saat ditemui di Lumajang, Minggu (5/10/2025).
Nenek Arsinah, yang terpaksa tinggal di kandang sapi karena rumahnya yang terbuat dari bambu sudah kropos, hidup sebatang kara dan mengalami kesulitan ekonomi.
"Mbok Imo hidup sebatang kara, ekonominya sulit, makan saja susah, beberapa tahun ini tidur di bawah kecemasan, saya khawatir kejatuhan rumahnya sendiri," lanjut Masruri dengan nada sedih.
Baca juga: Gandeng Babinsa, Bulog Tegal Targetkan Serap 90.000 Ton Beras
Menyadari bahwa laporan harian tidak cukup untuk membantu Nenek Arsinah, Masruri mulai menyisihkan gajinya untuk membangun rumah baru bagi nenek tersebut.
Namun, meski telah berbulan-bulan mengumpulkan uang, jumlah yang terkumpul belum mencukupi.
"Saya tidak bisa jadi pahlawan sendirian. Saya teringat masa-masa pendidikanku di TNI yang selalu mengajarkan untuk gotong royong," katanya.
Masruri kemudian mengajak warga desa yang dianggap mampu berkontribusi dalam pembangunan rumah Nenek Arsinah.