Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib Pilu Pengusaha Alsintan di Madiun: Janji Jokowi Beli 1.000 Unit Tak Terwujud, Kini Rugi Rp 60 M

Kompas.com, 19 September 2025, 16:33 WIB
Muhlis Al Alawi,
Icha Rastika

Tim Redaksi

MADIUN, KOMPAS.com - Nasib Direktur PT Mitra Maharta Madiun, Agus Zamroni, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga.

Harapan 1.000 alat mesin pertanian (alsintan) yang pernah dijanjikan Presiden Ketujuh RI, Joko Widodo akan terbeli, malah menjadi bumerang bagi Zamroni.

Betapa tidak, dari 1.000 yang pernah dipesan oleh pemerintah pusat, baru terbayar 81 unit.

Sebagian lainnya, yakni kurang lebih 519 unit dibeli sejumlah pemerintah daerah dengan menggunakan APBD, bukan dari APBN.

Masih ada 400 unit alsintan yang disimpan di gudang perusahaannya di Kelurahan Mlilir, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun, Jawa Timur.

Baca juga: Salurkan 136 Unit Alsintan, Bupati Kebumen: Pertanian adalah Kekuatan Utama Kita

Tak kunjung dibayarnya pesanan itu berdampak kerugian serius yang dialami Zamroni.

Total kerugian yang diderita mencapai Rp 60 miliar.

Tidak hanya di situ, lantaran merugi, perusahaannya pun harus membayar pajak dengan total Rp 1.480.800.963 sejak tahun 2021.

Dari jumlah itu, ia hanya mampu mencicil Rp 981.721.765.

Tak kuat membayar sisa pajak sebesar Rp 499 jutaan yang harus dibayar, Zamroni memilih menyerahkan empat unit mesin alsintan kepada kantor pajak untuk disita sebagai ganti pembayaran tunggakan pajak.

Satu unit alsintan combine harvester biasa dijualnya Rp 122 juta.

“Kami sudah tidak sanggup lagi membayar denda yang sudah menumpuk. Makanya kami ikhlaskan alsintan kemarin disita petugas pajak untuk membayar kekurangan pajak negara sebagai bentuk tanggung jawab kami sebagai warga negara Indonesia. Gegara masalah ini, saya sampai sakit jantung,” kata Zamroni, Jumat (19/9/2025).

Menurutnya, saat ini uangnya di rekening bank tersisa Rp 170 juta.

Baca juga: Terima Bantuan Alsintan Rp 1,5 Miliar, Petani di Semarang Diwanti-wanti Bupati Tak Menjualnya

Uang yang tersisa di rekening bank itu pun hanya cukup untuk membayar karyawan selama dua bulan.

Berutang ke bank 

Zamroni bercerita, untuk membuat 1.000 unit mesin alat pemanen padi pesanan Presiden Jokowi, ia berutang ke beberapa bank dengan total uang sebesar Rp 60 miliar.

“Modal yang kami gunakan untuk produksi adalah modal pinjaman dari beberapa bank. Karena modal saya tidak banyak, saya mengambil utang ke beberapa bank dengan total nilai Rp 60 miliar," ujar Zamroni.

Awal mula pemesanan itu bermula saat tahun 2012 pabriknya membuat mesin pemanen padi dan sudah dipatenkan.

Produknya itu buatan sendiri, bukan menduplikasi produk dari luar negeri.

"Ini temuan saya dan murni diproduksi dalam negeri. Perusahaan ini juga biasa digunakan praktik siswa SMK kalau perusahaan jalan. Kalau seperti ini kami banyak menolak," kata Zamroni.

Setelah berkembang, kata Zamroni, Presiden Jokowi pada bulan Maret 2015 datang meninjau produksi langsung.

Baca juga: Petani Bisa Dapat Kredit Alsintan Rp 2 Miliar, Bunga 3 Persen

Saat itu, Presiden Jokowi bertanya kemampuan produksinya dalam setahun. Saat itu ia menjawab hanya sanggup 200 unit. 

Kemudian, kata dia, disampaikan Presiden Jokowi bahwa 200 unit tidak imbang karena pemerintah membutuhkan 60.000 alsintan.

"Kemudian kami negoisasi, ditanya masalahnya apa. Saya sampaikan masalah modal. Kebetulan ada perbankan yang siap membiayai," kata Zamroni.

Setelah itu, Presiden Jokowi meminta untuk memproduksi alat mesin pemanen padi sebanyak 1.000 unit.

Saat jumpa pers, kata Zamroni, Presiden Jokowi menyatakan akan membeli seluruh produknya melalui e-katalog.

Dengan demikian, tinggal klik saja untuk pemesanan.

"Siapa yang tidak percaya. Kemudian kami siapkan semuanya. Ternyata seperti ini dan sampai sekarang belum terserap semuanya," ucap Zamroni.

Menurut Zamroni, pabriknya sudah selesai memproduksi mesin pesanan Presiden Jokowi sejak pertengahan 2017.

Baca juga: Wamentan Minta Pindad Produksi Alsintan seperti Ekskavator hingga Rota Tanam

Namun, sampai sekarang pesanan itu tak kunjung habis dibeli oleh Pak Jokowi.

"Kami ini sudah cukup lama merawat (mesin pesanan Presiden Jokowi) setelah dikunjungi pada tahun 2015 dan tahun 2016 barang sudah ready. Dan sampai sekarang Alhamdulillah masih dipercaya untuk merawat. Artinya sampai sekarang belum diambil sama Pak Jokowi," tutur Zamroni.

Ia berharap, mesin pemanen padi pesanan Presiden Jokowi segera diambil karena pabriknya sudah kelabakan menahan stok.

Selain itu, sudah banyak aset yang dijual untuk membayar cicilan utang bank dan operasional perusahaan.

Bersurat ke presiden

Dia mengaku sudah berkali-kali bersurat ke presiden, tetapi sampai hari ini belum ada tindak lanjut.

Isi surat itu menanyakan komitmen dari presiden atas pernyataannya ketika konpers di dalam pabrik memintanya untuk produksi 1.000 unit mesin tersebut.

Zamroni mengharapkan Presiden Prabowo memperhatikan produksi dalam negeri. Sebab, saat ini banyak pengusaha dalam negeri yang dapat membuat alsintan.

“Kami berharap Pak Prabowo memperhatikan industri dalam negeri karena kami riset untuk petani Indonesia. Petani Indonesia tidak selalu impor. Apalagi saat ini Indonesia menjadi pangsa pasar potensial untuk impor mesin industri pertanian. Kenapa kalau ada anak negeri yang bisa (membuat mesin alsintan) tetapi harus impor,” tutur Zamroni.

Kompas.com telah berupaya meminta konfirmasi pihak Jokowi terkait hal ini, tetapi belum mendapatkan jawaban. 

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau