PONOROGO, KOMPAS.com – Suara Sardi (75), warga Desa Muneng, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur terdengar bergetar ketika mengucapkan isbat nikah di depan penghulu, di samping Sri Wahyuni (74), istrinya yang telah dinikahi selama 43 tahun terakhir.
Pendopo Agung Kabupaten Ponorogo menjadi saksi kesetiaan mereka berdua dalam menempuh bahtera rumah tangga.
“Saya nikah di depan penghulu kampung tahun 1982,” ujarnya setelah melaksanakan akad nikah bersama 27 pasangan lainnya pada Senin (25/8/2025).
Sardi mengaku selama menjalani kehidupan rumah tangga dengan istrinya, Sri Wahyuni, tak ada aral yang menghalangi kebahagiaan mereka, meski nikah yang dilakukan hanya nikah secara agama.
Baca juga: Syukuran Pesta Nikah di NTT Berujung Maut, 1 Tewas, 2 Alami Luka Berat
Dia mengaku punya buku pencatatan nikah sejak 43 tahun yang lalu.
“Kalau tidak salah, tahun 1985 rumah kami kebakaran, sehingga surat-surat berharga, termasuk surat nikah, ikut terlalap api,” katanya.
Karena terbentur biaya untuk mencatatkan perkawinan mereka secara negara, membuat pasangan tersebut enggan mengurus surat nikah secara hukum negara.
Perkawinan mereka dianugrahi satu anak laki-laki. “Kemarin ditawari pihak desa untuk melakukan ijab kabul nikah di program sidang isbat. Alhamdulillah, sah secara negara,” ujarnya semringah.
Setelah sah mencatatkan ulang pernikahannya secara hukum negara, Sardi mengaku akan kembali ke ladang bersama istrinya.
Memiliki surat nikah, menurutnya, merupakan kebahagiaan yang tidak ternilai. “Ini kembali ke rumah terus langsung ke kebun,” katanya.
Sebanyak 28 pasangan suami istri mengikuti kegiatan isbat nikah terpadu yang dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Ponorogo di Pendopo Agung.
Baca juga: Istri Sah Kecewa, Suami Nikah Siri Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Sidang di PN Cibinong
Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, atau akrab disapa Kang Giri mengatakan, isbat nikah ini digelar sebagai upaya menyisir pernikahan yang belum sesuai aturan negara maupun agama.
“Barangkali mereka dulu menikah siri atau menikah resmi tetapi tidak tercatat di pencatatan sipil. Karena belum diakui negara, bisa menimbulkan problem,” ujarnya.
Kepala Kantor Kemenag Ponorogo, Nurul Huda mengatakan, nikah yang sah adalah nikah yang dicatat oleh pegawai pencatat nikah.
Rata-rata pasangan yang ikut isbat nikah di Pendopo Agung berusia di atas 40 tahun.
Mereka sebelumnya menikah siri, baik karena keterbatasan biaya maupun alasan lain.
“Ternyata di belakang menimbulkan banyak persoalan. Penyuluh agama kami terus melakukan pendekatan agar mereka mau dicatatkan sehingga memiliki dokumen kependudukan lengkap seperti KTP, KK, dan akta kelahiran untuk anak-anaknya,” katanya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang