JEMBER, KOMPAS.com - Raja Domba Indonesia telah melekat kuat pada nama Muhammad Salim, peternak domba sukses asal Dusun Curah Damar, Desa Sidomulyo, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Bermula hanya 20 domba, kini berkembang menjadi 8.600 domba.
Salim begitu telaten merawat domba organiknya. Memberi pakan, asupan nutrisi, mengawinkan, dan membuka pasar.
Bukan sekadar beternak, Salim menerapkan asas pemberdayaan di desanya. Ratusan warga di kaki Gunung Gumitir itu pun meniru jejaknya.
Baca juga: Curi 500 Ekor Bebek, Peternak di Sulsel Dibebaskan karena Faktor Kemanusiaan
20 tahun lalu, saat usia Salim masih 22 tahun, ia memutuskan untuk berhenti menjadi atlet voli tingkat kabupaten, membulatkan tekad menjadi pengusaha.
"Jadi pertama kali itu ambil 'gaduhan' sistem setoran," ungkap Salim kepada Kompas.com saat ditemui, Minggu (24/8/2025).
Baca juga: Peternak Ayam di Banten Menjerit, Ada Pengusaha Jual di Bawah Rp 18.000
Istilah 'nggaduh' dalam bahasa daerah umum dipakai di kalangan peternak yang bisa dimaknai memelihara ternak milik orang lain dengan akad bagi hasil.
Tak jauh dari rumah Salim, terdapat kantor dan peternakan domba UPT Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak Dinas Peternakan Jawa Timur. Dari sana ia 'menggaduh' 20 ekor domba.
Salim harus menyetorkan anak-anak domba dengan jumlah tertentu.
Dalam 2 tahun 3 bulan, ia telah melunasi setoran itu. 20 ekor domba jantan juga betina telah menjadi hak milik dan terus dikembangkan.
"Akhirnya bertambah domba saya 60 ekor, bertambah lagi 120 ekor. Jadi di situ saya 'gaduhkan' ke petani-petani," ujarnya.
4 tahun berselang atau tepatnya tahun 2009, dari mulai beternak, ia memberikan atau 'menggaduhkan' domba-dombanya kepada masyarakat dengan sistem bagi hasil dari penjualan anak domba.
Ada 160 orang yang saat ini yang masih aktif beternak 'menggaduh' 7.600 domba miliknya.