Salah satu faktornya adalah cuaca tidak menentu yang terjadi di Kabupaten Lumajang.
Akibatnya, bisa memicu tingginya TSNA pada tembakau yang berujung tanamannya tak bisa dibeli pabrik melalui mitra petani.
"Saat ini kondisi di lapangan 80 persen tumbuhannya normal, tapi ada 20 persen yang tidak normal, faktornya salah satunya cuaca," kata Dwi.
Dwi menambahkan, jumlah gudang pengeringan tembakau di Lumajang yang representatif untuk menanggulangi munculnya TSNA masih kurang.
Menurutnya, satu gudang ukuran 8x6 meter hanya mampu menampung panen dari sawah seluas 7.500 meter persegi atau 0,75 hektare.
Sedangkan, jumlah luasan tanaman tembakau di Lumajang saat ini lebih dari 1.220 hektare. Artinya, setidaknya dibutuhkan 1.626 gudang pengeringan tembakau.
"Kalau jumlah gudang kurang banyak, sehingga kami harapkan pemerintah bisa hadir memenuhi kebutuhan gudang, di samping juga petani mengajukan kredit ke mitra untuk membangun gudang," pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang