SUMENEP, KOMPAS.com - Tidak ada jalan lain, Masrifatul Firdaus (28), seorang ibu asal kepulauan Sumenep, Jawa Timur, yang sedang hamil tujuh bulan, harus dirujuk ke RSUD dr. Moh. Anwar di daratan, Jumat (25/7/2025).
Warga Desa Kalowang, Kecamatan Gayam, Pulau Sapudi itu harus dirujuk karena mengalami pendarahan hebat sejak Kamis malam (24/7/2025).
"Sekitar jam 12 malam, pasien sudah dibawa oleh keluarganya ke bidan desa karena sudah mengalami pendarahan," kata Sri Wahyuni, salah seorang bidan yang mendampinginya, Jumat (25/7/2025).
Bidan yang akrab disapa Yuyun itu menambahkan, setelah ibu satu anak itu dirawat di bidan desa, pendarahannya belum juga berhenti.
Akhirnya, pada Jumat pagi, pukul 08.00 WIB, bidan desa dan keluarga merujuk pasien ke Puskesmas Gayam.
Setelah dilakukan diagnosis awal, diduga pendarahan yang dialami pasien disebabkan oleh posisi plasenta previanya yang berada di bagian bawah kandungan, menutupi kepala bayi.
"Jika sudah terjadi pendarahan aktif, harus dirujuk ke rumah sakit. Plasentanya kan di bawah, jadi tidak bisa ditangani oleh bidan. Harus dokter spesialis," tambah Yuyun saat bercerita kepada Kompas.com di Sumenep.
Baca juga: Pendanaan Koperasi Merah Putih di Sumenep Tertahan di APBD Perubahan
Selama di Puskesmas, bidan, perawat, dan dokter sempat berusaha melakukan penanganan kepada pasien.
Namun karena tidak membuahkan hasil, akhirnya pada Jumat siang, pukul 11.00 WIB, pihak Puskesmas berkoordinasi dengan petugas jaga di RSUD Dr. Moh. Anwar untuk merujuk pasien.
Rencana merujuk pasien ke rumah sakit di daratan tak segera membuahkan hasil.
Pihak Puskesmas harus menunggu berjam-jam untuk mendapatkan keputusan apakah pasien boleh dirujuk atau tidak.
Pada pukul 13.00 WIB, akhirnya ada kabar dari petugas jaga RSUD Dr. Moh. Anwar yang menyatakan bahwa pasien bisa dirujuk.
Baca juga: Satu Akses Pintu Jadi Pemicu Maut, 5 Orang Termasuk Ibu Hamil Tewas dalam Kebakaran Semarang
Pasien, didampingi dua bidan Puskesmas Gayam, Sri Wahyuni dan Rinawati, akhirnya berangkat dari Pelabuhan Tarebung, Kecamatan Gayam, menuju Pelabuhan Kecamatan Dungkek.
Selain kedua bidan, suami serta ibu dan ayah pasien juga ikut berlayar untuk membantu penanganan selama perjalanan.
"Alhamdulillah kondisinya (pasien) mulai membaik, tapi pendarahannya, sampai di rumah sakit masih terus terjadi," ungkap dia.
Bagi Sri Wahyuni dan Rinawati, merujuk pasien hamil dari Pulau Sapudi tidak pernah mudah.
Dengan hanya menggunakan perahu taksi kayu, mereka harus melawan ombak, angin kencang, dan kadang hujan deras selama berjam-jam.
Selama di tengah laut, para bidan tidak boleh lengah.
Infus, oksigen, dan kateter harus tetap terpasang dan terjaga dengan baik.
Baca juga: Sidang Pembunuhan Gadis Hamil di Gowa, Pengunjung Menangis Dengar Kekejaman Terdakwa
Beruntung, setelah terombang-ambing selama tiga jam di laut, akhirnya perahu tiba di Pelabuhan Kecamatan Dungkek dan pasien dibawa dengan ambulans menuju rumah sakit.
Yuyun menceritakan, kendala dalam merujuk pasien dari kepulauan adalah lamanya menunggu konfirmasi.
"Kami sudah berusaha menginformasikan rujukan ke rumah sakit jam 11 siang, tapi masih menunggu dari rumah sakit, baru dapat info jam 1 siang. Itu kendalanya," ujarnya.
Yuyun menyayangkan sistem rujukan yang lambat. Sementara pihak Puskesmas tak bisa langsung memutuskan, karena jika salah langkah, justru bisa dimarahi oleh rumah sakit.
“Hampir setiap rujukan seperti ini. Kapal sudah siap, tenaga medis juga siap, tapi semua harus menunggu keputusan yang sering kali datang terlambat,” tutur dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang