SURABAYA, KOMPAS.com - Mediasi kasus dugaan penipuan tanah kavling oleh Muhammad Bisri, akhirnya mencapai kesepakatan.
Lokasi dugaan penipuan tanah kavling itu bertempat di Jalan Tambak Medokan Ayu Gang VI Nomor 2 Kav 1 E, Kecamatan Rungkut, Surabaya, Jawa Timur.
Kesepakatan terjadi dalam mediasi yang digelar Wakil Wali Kota Surabaya Armuji di Rumah Aspirasi pada Kamis (10/7/2025), didampingi camat Rungkut dan lurah Medokan Ayu.
Bisri menyepakati akan membagi aset tanah kavling persil 92 seluas 1,7 hektar miliknya kepada para korban yang hadir sebagai ganti rugi.
Dalam mediasi itu, hadir 40 orang yang berasal dari Surabaya, Mojokerto, dan Jember.
Para korban mengaku sudah mengirimkan uang senilai ratusan juta mulai tahun 2012, tapi hingga kini belum juga ada kejelasan.
Salah satunya, Sumiati (39), warga Deles yang mengaku pertama kali mengenal Bisri karena dikenalkan oleh tetangganya yang mempromosikan tanah dengan harga murah.
Ia pun tertarik untuk membeli satu unit kavling berukuran 84 (14x6) meter persegi senilai Rp 50 juta dengan uang muka Rp 10 juta dan diangsur Rp 750.000 selama lima tahun.
Wanita yang bekerja sebagai tukang fotokopi itu, sejak tahun 2013 selalu bekerja keras menyisihkan sebagian uangnya demi mewujudkan impiannya memiliki tanah pribadi.
“Saya ini hanya tukang fotokopi, Mbak, setiap hari selalu menyisakan uang dari 100 perak untuk bisa nyicil di setiap tahunnya, tapi malah ending-nya enggak ada,” ucap Sumiati dengan mata yang berkaca-kaca.
Sumiati pertama kali mengetahui bahwa dia sudah terkena modus penipuan, ketika Bisri ditangkap atas kasus penipuan tanah yang lain pada tahun 2018
“Sewaktu lima tahun itu mau pelunasan, tiba-tiba saya tahu kalua Pak Bisri itu ditangkap, otomatis kita kaget dong, kok bisa pemiliknya juga masuk. Saya juga pernah datang ke persidangannya,” ujarnya.
Baca juga: Armuji Sidak Dugaan Penipuan Tanah Kavling di Medokan Ayu Tambak Surabaya, tetapi Gagal Temui Pelaku
Pertama kali mendengar kabar tersebut, Sumiati mengaku terkejut dan menangis tersedu-sedu.
“Ya saya ini hanya rakyat kecil yang tiap hari bekerja demi mewujudkan impian suatu hari nanti bisa punya tanah sendiri. Kakak saya juga kena tipu, dia kerjanya sebagai tukang tambal ban, aslinya juga banya tetangga saya yang lain juga kena tipu, ada yang akhirnya menyerah,” paparnya.
Akhirnya, ia berniat untuk mengumpulkan para korban lainnya hingga saat ini yang berjumlah lebih dari 100 orang.