MALANG, KOMPAS.com - Tragedi Kanjuruhan memasuki 1000 hari setelah kejadian insiden mematikan di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 lalu.
Verlitha Noor Zia tetap menjadi gadis yang penuh semangat.
Meskipun tragedi itu masih meninggalkan jejak yang tidak mudah dilupakan.
Saat itu ia masih duduk di bangku SMP menjadi salah satu korban luka serius.
Pada Kamis (26/6/2025), ia menyambut hari ke-1000 sejak kejadian dengan kondisi fisik yang jauh lebih baik.
Dengan rasa sakit masih kerap datang, terutama saat kelelahan atau melakukan aktivitas berat.
“Kalau capek terasa sakit. Tidak sampai operasi waktu itu. Kalau capek dan terasa ya pakai rompi itu,” kata gadis yang biasa disapa Verlitha kepada Kompas.com.
Baca juga: 1.000 Hari Tragedi Kanjuruhan, Luka Tak Kasatmata di Kaki dan Hati Bagas Satria
Seperti diketahui baru-baru ini, saat menjalani praktik kerja lapangan (PKL) di panti jompo, ia sering merasakan sakit setelah mendorong kursi roda. Namun ia menghadapinya dengan tenang, beristirahat dan membiarkan tubuhnya pulih tanpa lagi bergantung pada obat-obatan.
“Enggak trauma dan tidak dirasain, sakit ya langsung dibuat rebahan gitu. Sudah tidak minum obat-obatan lagi, sebelumnya minum vitamin tulang,” imbuhnya.
Saat ini ia sudah tdak lagi minum obat dan tampak pulih secara fisik, ia memilih menjauh dari dunia yang dulu dicintainya yaitu menyaksikan Arema FC berlaga di kompetisi kasta tertinggi sepak bola Indonesia.
“Tidak ke stadion dan tidak lihat di TV juga. Mungkin suatu hari, selama ini liat di Instagram saja,” katanya lagi.
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan Akan Diangkat ke Film Layar Lebar
Korban Tragedi Kanjuruhan Verlitha Noor Zia melihat hasil rontgen di daerah Sukun, Senin (25/10/2022) sore.Perjalanan Penyembuhan, Dari Rumah Sakit Hingga Ujian Sekolah di Rumah
Ibunya, Sri Endah Sulistyani menceritakan perjalanan panjang penyembuhan Verlitha Noor Zia. Pasca tragedi yang harus mengenakan rompi penyangga selama berbulan-bulan. Aktivitas sekolah pun harus menyesuaikan dengan kondisi fisiknya.
“Tiga bulan setelah dari RS itu masih pakai rompi. Sampai waktu ujian kelas 3 SMP, pihak sekolah dilaksanakan di rumah, salah satu guru datang ke sini,” ujarnya.
Termasuk proses administrasi rumah sakit sempat membuat keluarga khawatir. Namun setelah informasi dari Pemkot Malang dan klarifikasi bahwa korban Tragedi Kanjuruhan harus mendapat perawatan gratis, biaya rumah sakit akhirnya dikembalikan.