Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lagi, Puluhan Pegawai Perusahaan Pijat di Malang Laporkan Penahanan Ijazah

Kompas.com, 19 Juni 2025, 17:13 WIB
Nugraha Perdana,
Bilal Ramadhan

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com - Penahanan ijazah kembali dialami pegawai lainnya dari sebuah perusahaan berinisial AMS di Kota Malang, Jawa Timur yang bergerak di bidang jasa pijat.

Kali ini, puluhan pegawai menuntut agar dokumen penting tersebut segera dikembalikan.

Anggota Komisi D DPRD Kota Malang, Ginanjar Yoni Wardoyo mengatakan, permasalahan ini mencuat setelah sejumlah pegawai AMS mendatangi Gedung DPRD Kota Malang.

Meskipun tanpa agenda resmi, Ginanjar menerima aspirasi mereka secara langsung.

"Mereka melaporkan dugaan pelanggaran, terutama terkait penahanan dokumen pribadi seperti ijazah. Pegawai merasa tertekan dan tidak memiliki kebebasan untuk keluar dari perusahaan," kata Ginanjar, Kamis (19/6/2025).

Baca juga: Bupati Lumajang Telpon Wamenaker Laporkan Dugaan Penahanan Ijazah 2 Mantan Karyawan PT WDX

Menurutnya, jika terbukti manajemen AMS menahan ijazah karyawan, tindakan tersebut melanggar Surat Edaran (SE) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker RI).

SE tersebut secara lugas melarang perusahaan menahan dokumen pribadi pegawai, termasuk ijazah.

"Jika laporan ini benar, ini merupakan pelanggaran serius," kata Wakil Ketua Fraksi Gerindra itu.

Baca juga: Wamenaker: Masih Banyak Perusahaan Tahan Ijazah meski Sudah Dilarang

Menanggapi keluhan pegawai, Komisi D DPRD akan berkoordinasi dengan Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker-PMPTSP).

Hasilnya, pihak AMS sempat diminta mengembalikan ijazah pegawai secara kolektif di Kantor Kelurahan Tunjungsekar pada Jumat (13/6/2025).

Namun, upaya tersebut belum sepenuhnya berhasil.

"Sekitar 30 ijazah masih belum dikembalikan. Alasan yang diberikan bervariasi, mulai dari pegawai memiliki tanggungan hingga dianggap wanprestasi," katanya.

Baca juga: Bupati Lumajang Sidak PT WDX, Duga Ada Penahanan Ijazah Mantan Karyawan

Selain penahanan ijazah, beberapa pegawai juga melaporkan kondisi kerja yang tidak kondusif.

Isu-isu seperti gaji yang tidak transparan, perpanjangan kontrak kerja secara sepihak, dan perasaan terkunci dalam perusahaan turut menjadi perhatian.

Rata-rata karyawan yang melaporkan telah bekerja hampir tiga tahun.

"Kontrak mereka ada yang sudah mau habis tapi diperpanjang sepihak, seolah-olah tidak diizinkan keluar. Ini menjadi perhatian serius bagi kami," katanya.

Permasalahan ini tidak hanya berhenti pada penahanan ijazah. Ginanjar juga mengindikasikan adanya dugaan pelanggaran perizinan usaha AMS.

Termasuk izin dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Malang, serta dugaan ketidakpatuhan dalam proses administrasi perusahaan.

Baca juga: 2.372 Ijazah Siswa di Kalteng Ditahan, Sejumlah Kepala Sekolah Terancam Dicopot

Melihat kompleksitas kasus ini, Komisi D DPRD Kota Malang berencana memanggil seluruh pihak terkait.

Mulai dari manajemen AMS, Disnaker-PMPTSP, hingga Dinkes Kota Malang.

Diperkirakan sekitar 80 hingga 100 karyawan terpengaruh oleh dugaan penahanan ijazah ini.

"Pemerintah harus hadir. Terlepas dari benar atau salah, ketika kasus seperti ini muncul, organisasi perangkat daerah (OPD) harus cepat tanggap agar masalah tidak berlarut-larut dan tidak mencoreng citra dunia usaha di Kota Malang," katanya.

Ginanjar menambahkan, bahwa Komisi D sedang berkoordinasi dengan Komisi A yang membidangi perizinan untuk menindaklanjuti persoalan ini dan berharap penyelesaian segera tercapai.

"Sebagai wakil rakyat, kami menerima keluhan ini. Namun, pihak eksekutif yang bertanggung jawab untuk menindaklanjuti. Jika terbukti ada pelanggaran berat, harus segera ada penyelesaian," tutupnya.

Baca juga: Kasus Penggelapan Ijazah, Kejati Jatim Periksa Berkas Perkara Jan Hwa Diana

Sebelumnya diberitakan, dalam kasus serupa, persoalan penahanan ijazah yang dialami 19 mantan terapis oleh panti pijat syariah berinisial AMS di Kota Malang, Jawa Timur akhirnya menemui titik terang.

Melalui penyelesaian secara Bipartit, para mantan terapis tersebut mendapatkan kembali ijazah asli mereka serta pelunasan upah yang sempat tertunggak.

Penasihat hukum 19 mantan terapis, Gunadi Handoko mengatakan, penyelesaian persoalan ini dilakukan dalam pertemuan yang berlangsung kondusif pada Senin (5/5/2025) kemarin.

Pertemuan yang dimulai pukul 14.30 WIB hingga 18.00 WIB tersebut juga dihadiri oleh pihak pemilik AMS, serta Dinas Tenaga Kerja, Penanaman Modal, dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Malang.

"Kami bersyukur penahanan ijazah asli dan pembayaran upah pekerja yang belum dibayar oleh perusahaan dapat diselesaikan secara Bipartit, dalam suasana yang kondusif," ujar Gunadi Handoko, Selasa (6/5/2025).

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Surabaya
Pelaku Pungli 'Uang Pengawalan' Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Pelaku Pungli "Uang Pengawalan" Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Surabaya
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Surabaya
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Surabaya
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar 'Uang Pengawalan', Penyandera Ditangkap
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar "Uang Pengawalan", Penyandera Ditangkap
Surabaya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau