SUMENEP, KOMPAS.com - Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, memilih "jalan damai" terkait aksi anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) BIDIK yang menggebrak meja dan picu kericuhan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Duko I pada 26 Mei 2025 lalu.
"Kemarin dengan pengawas sudah koordinasi, ya intinya kita selesaikan apa, secara baik-baik lah," kata Agus Dwi Saputra, Kepala Disdik Sumenep, Rabu (28/5/2025).
Agus juga menerangkan, sejauh ini Dinas Pendidikan belum ada rencana untuk membawa insiden di SDN Duko I ke ranah hukum.
"Belum (ada rencana) ke sana," lanjut Agus.
Baca juga: Anggota LSM Picu Kericuhan di SD Negeri Sumenep, Dewan Pendidikan: Ini Termasuk Intimidasi
"Sekarang kan kedua belah pihak (Disdik dan LSM) ngak ada action apa-apa kan. Saling menunggu kan," terang dia.
Disdik meyakinkan bahwa aksi gebrak meja yang memicu kericuhan di SDN Duko I akan diselesaikan secara damai.
Disdik menilai insiden itu hanya dipicu oleh komunikasi yang kurang baik.
"Kita yang terbaik lah. Kita komunikasi. Ya ini kan cuma komunikasi kurang baik saja Mas," ujarnya.
Baca juga: Anggota LSM Gebrak Meja dan Picu Kericuhan di SD Negeri di Sumenep
"Kita tidak mau cari menang atau kalah. Tapi yang penting apa, satuan pendidikan ini bisa baik. Tidak diganggu lagi kan gitu," harap dia.
Ke depan, Disdik berharap kejadian serupa tidak terjadi lagi.
Disdik meyakini, jika terjalin komunikasi dengan baik, insiden seperti di SDN Duko I tidak akan terjadi.
"Artinya kan begini. Masyarkaat itu boleh, mau menanyakan itu boleh, tapi kan semuanya ada mekanismenya tersendiri kan ya," urainya.
"Artinya kalau temen-teman wartawan datang dengan cara baik, Insya Allah diterima dengan baik kok. Apa-apa kan caranya kan, Mas," tuturnya.
Baca juga: Peras Kades, ASN dan Ketua LSM di Sumenep Diringkus Polisi
Sebelumnya, pada hari Senin (26/5/2025) lalu, Muhlis, anggota LSM BIDIK menggebrak meja dan picu kericuhan di SDN Duko I, Kecamatan Arjasa, Pulau Kangean, Sumenep.
Kedatangan anggota LSM itu untuk menanyakan realisasi dana bantuan operasional sekolah (BOS) senilai belasan juta rupiah yang peruntukannya diduga tidak sesuai.