Dirinya meyakini, bantuan program BSPS yang menjadi haknya telah dipindahkan kepada penerima lainnya.
Dia hanya menerima kartu ATM, buku rekening, dan uang senilai Rp 1 juta.
"Uang Rp 1 juta itu saya terima saat dikumpulkan di balai desa. Itu kedua kalinya (dikumpulkan)," terangnya.
Setahu Asi, hanya dirinya yang mendapatkan uang senilai Rp 1 juta dari program BSPS, sedangkan penerima manfaat yang lain menerima senilai Rp 2,5 juta.
Setelah kasus korupsi BSPS mencuat, tiga orang perangkat desa Dungkek berusaha mencari jalan damai dengan menemui Asi sebagai korban. Namun, dia menolaknya.
"Mereka, perangkat desa, menemui saya sekitar setengah bulan lalu, sebelum Kades dan keluarganya berangkat ke Tanah Suci Mekkah," jelasnya.
Baca juga: Kades di Sumenep Minta Menteri PKP Maruarar Klarifikasi soal Dugaan Korupsi BSPS
"Seingat saya, namanya Ilyas, Samsuri, dan Embu. Mereka semuanya perangkat desa. Satu adalah kepala dusun (Kadus), hanya minta damai saja, tidak memberikan apa pun," urainya.
Asi tidak mengetahui secara pasti apa yang mendorong perangkat desa meminta damai terkait program BSPS tahun 2024.
Namun, dia mendengar dari warga bahwa program BSPS tahun 2024 sedang menjadi sorotan.
"Katanya karena ada laporan dari pusat dan diterima langsung oleh kepala desa," ujar Asi.
Setelah aksi demonstrasi selesai, Asi tidak berharap banyak.
Menurutnya, sudah tidak mungkin akan menerima bantuan perbaikan rumah yang telah dialihkan ke penerima lain.
Namun, bagi Asi, Tuhan telah memberikan cara lain untuk berkeluh kesah dengan cara yang tidak pernah dia sangka dan tidak pernah dia lakukan sebelumnya, berdemonstrasi di depan kantor Kejari.
"Kalau ada proses hukum, saya dukung," pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang