SUMENEP, KOMPAS.com - Bagi Pak Asi (54), mengikuti aksi demonstrasi di depan kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep, Jawa Timur, adalah pengalaman pertama sepanjang hidupnya.
Dengan kedua tangan yang gemetar dan wajah yang gugup, warga Kecamatan Dungkek ini memberanikan diri memegang pengeras suara, dan dengan terbata-bata menyampaikan keluh kesahnya.
Di hadapan Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus dan Kasi Intelijen Kejari Sumenep, dia menyatakan bahwa dirinya adalah korban dari program Bantuan Stimulan Pembangunan Swadaya (BSPS) tahun 2024, Kamis (22/5/2025).
"Iya, saya dipanggil ke balai desa, dimintai KTP dan diberi uang Rp 1 juta, sudah tidak ada lagi," ungkap Asi dengan gemetar.
Asi mengisahkan, upaya untuk menanyakan bantuan BSPS tahun 2024 pada pemerintah desa tidak pernah digubris.
Hingga dirinya memberanikan diri ikut demonstrasi di depan kantor Kejari.
"Saya pegang buku rekening, tapi tidak pernah menarik uang apa pun," keluhnya.
Saat berorasi di depan kantor Kejari, wajah Asi terasa begitu tegang.
Alis tipisnya, di antara kulit wajah yang legam, nyaris bersentuhan. Matanya yang kecokelatan terus fokus memperhatikan sekitar.
Asi tampak begitu antusias mengikuti jalannya aksi.
Baginya, demonstrasi menjadi cara terakhir untuk menceritakan keluh kesahnya kepada orang lain, termasuk di depan penegak hukum.
Di tengah aksi demonstrasi yang berlangsung, setelah berorasi, Asi menyempatkan duduk di tepian fondasi semen di pintu masuk utama kantor Kejari.
Dia berusaha menenangkan diri. Namun, ketegangan di wajahnya tidak sepenuhnya pergi.
Saat jeda demonstrasi, di seberang jalan, tepat di depan kantor Kejari, Asi duduk dan lantas bercerita lebih banyak lagi.
Dia hanya menerima kartu ATM, buku rekening, dan uang senilai Rp 1 juta.
"Uang Rp 1 juta itu saya terima saat dikumpulkan di balai desa. Itu kedua kalinya (dikumpulkan)," terangnya.
Setahu Asi, hanya dirinya yang mendapatkan uang senilai Rp 1 juta dari program BSPS, sedangkan penerima manfaat yang lain menerima senilai Rp 2,5 juta.
Setelah kasus korupsi BSPS mencuat, tiga orang perangkat desa Dungkek berusaha mencari jalan damai dengan menemui Asi sebagai korban. Namun, dia menolaknya.
"Mereka, perangkat desa, menemui saya sekitar setengah bulan lalu, sebelum Kades dan keluarganya berangkat ke Tanah Suci Mekkah," jelasnya.
"Seingat saya, namanya Ilyas, Samsuri, dan Embu. Mereka semuanya perangkat desa. Satu adalah kepala dusun (Kadus), hanya minta damai saja, tidak memberikan apa pun," urainya.
Asi tidak mengetahui secara pasti apa yang mendorong perangkat desa meminta damai terkait program BSPS tahun 2024.
Namun, dia mendengar dari warga bahwa program BSPS tahun 2024 sedang menjadi sorotan.
"Katanya karena ada laporan dari pusat dan diterima langsung oleh kepala desa," ujar Asi.
Setelah aksi demonstrasi selesai, Asi tidak berharap banyak.
Menurutnya, sudah tidak mungkin akan menerima bantuan perbaikan rumah yang telah dialihkan ke penerima lain.
Namun, bagi Asi, Tuhan telah memberikan cara lain untuk berkeluh kesah dengan cara yang tidak pernah dia sangka dan tidak pernah dia lakukan sebelumnya, berdemonstrasi di depan kantor Kejari.
"Kalau ada proses hukum, saya dukung," pungkasnya.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/05/23/085642678/jadi-korban-korupsi-bsps-di-sumenep-pak-asi-hanya-dimintai-ktp-dan-diberi