Editor
Sekalipun sekolah tidak mewajibkan, namun program wisuda dan wisata akan cenderung menimbulkan kesenjangan antar siswa.
"Jangan pernah alasan menggunakan wisuda, [sekolah meminta] yang mampu silakan membayar, yang tidak mampu tidak usah membayar. Akhirnya terjadi bully gara-gara itu," kata Doktor Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) ini.
Karenanya, apabila larangan ini dilanggar maka Pemkot tak segan memberikan sanksi kepada guru maupun kepala sekolah negeri.
"Kalau sampai ada, saya tegur kepala sekolahnya, saya beri sanksi [untuk] gurunya. Itu kalau ada di sekolah negeri," katanya.
Beda halnya apabila sekolah akan menggelar wisuda atau wisata dengan menggunakan anggaran di luar iuran wali murid, misalnya donasi dari pihak tertentu. Menurut Wali Kota, hal itu bisa dilakukan.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, juga tegas melarang sekolah-sekolah di Jawa Barat melakukan study tour.
Dedi Mulyadi menjelaskan alasan utama di balik larangan studi tur siswa sekolah adalah agar tidak membebankan biaya pada orangtua siswa.
Baca juga: Kirim Siswa Nakal ke Barak Militer, Dedi Mulyadi Dianggap Tak Paham Falsafah Pendidikan
Pemkot Surabaya punya program serupa yang dilakukan Dedi Mulyadi.
Bahkan program tersebut sudah dijalankan sejak tahun 2023.
Program ini bernama Sekolah Kebangsaan.
Pemkot Surabaya mengungkapkan keberhasilan Sekolah Kebangsaan untuk memperkuat disiplin anak di Surabaya.
Melibatkan pihak militer, program tersebut sukses menekan kasus tawuran hingga kenakalan anak di Surabaya.
Hal ini untuk merespons adanya penerapan pendidikan secara militer untuk anak-anak bermasalah di Jawa Barat yang dicetuskan Gubernur Dedi Mulyadi.
"Pada tahun 2023 sebenarnya sudah kami lakukan hal yang sama. Program tersebut bernama Sekolah Kebangsaan," kata Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi saat dikonfirmasi di Surabaya (Jumat, 2/5/2025).
Baca juga: Eri Cahyadi Geram ke Pasien TBC: Sudah Sakit, Tidak Mau Diobati, Malah Keliling, Kan Bisa Bahaya