LUMAJANG, KOMPAS.com - Menantu Tomo, yakni Tono, terdakwa kasus ladang ganja 0,6 hektar di lereng Gunung Semeru, divonis bersalah oleh majelis hakim.
Dalam putusan yang dibacakan hakim, Tono dijatuhi hukuman yang sama dengan ayahnya, yakni penjara selama 20 tahun dan denda Rp 1 miliar, dengan hukuman pengganti berupa kurungan selama lima bulan apabila tidak dapat membayar denda.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Tono secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara narkotika golongan 1 dalam bentuk tanaman berupa pohon ganja beratnya melebihi 1 kilogram," kata Hakim Ketua Redite Ika Septina, membacakan putusan di Ruang Sidang Garuda Pengadilan Negeri Lumajang, Selasa (29/4/2025).
Baca juga: Lebih Berat dari Tuntutan Jaksa, Terdakwa Ladang Ganja Gunung Semeru Divonis 20 Tahun Penjara
Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama tujuh tahun dan denda Rp 1 miliar.
Tono adalah terdakwa yang mendapat tuntutan paling ringan dibanding dua terdakwa lainnya, yakni Tomo dan Bambang.
Menurut majelis hakim, hal-hal yang memberatkan terdakwa antara lain melakukan penanaman ganja dengan skala besar dan terorganisasi.
Ditambah, perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah untuk memberantas narkotika.
Selain itu, penanaman ganja di Dusun Pusungduwur, Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, menimbulkan stigma negatif dari masyarakat umum terhadap warga Argosari.
Adapun hal-hal yang meringankan terdakwa, menurut majelis hakim, tidak ditemukan.
Baca juga: Polisi Kesulitan Lacak Edi, Otak Ladang Ganja di Gunung Semeru
Atas putusan ini, Tono masih berpikir untuk menerima putusan, sedangkan jaksa penuntut umum Prasetyo Pristanto menerima putusan hakim.
"Karena masih ada yang pikir-pikir, maka putusan ini belum inkrah atau berkekuatan hukum tetap, dan kami berikan waktu selama tujuh hari," ujar Redite menutup persidangan.
Sebelumnya, ayah Tono, yakni Tomo, juga divonis hukuman serupa atas perbuatannya menanam tanaman ganja.
Saat ini, pembacaan vonis untuk terdakwa lain, yakni Bambang, masih berlangsung di Pengadilan Negeri Lumajang.
Dalam putusannya, majelis hakim menjelaskan alasan vonis yang dijatuhkan kepada terdakwa lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum karena tindak pidana yang dilakukan sudah masuk kategori extra ordinary crime atau kejahatan luar biasa.
Selain itu, majelis hakim tidak menemukan adanya hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar maupun alasan pemaaf.
Majelis hakim juga menimbang, aktivitas penanaman ganja yang dilakukan terdakwa sudah terorganisasi karena terdapat nama-nama yang masing-masing memiliki peran yang berbeda.
"Menimbang, pelaksanaan Konvensi Internasional United Nations Convention Against Illicit Traffic In Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988, sehingga menurut majelis hakim harus diberantas dengan cara yang luar biasa di mana salah satunya Undang-Undang Narkotika mengatur tentang penjatuhan pidana mati maupun seumur hidup bagi pelaku tindak pidana Narkotika tertentu," kata hakim anggota I Gede Adhi Gandha Wijaya saat membacakan putusan.
Dalam kasus ini, terdakwa dijanjikan bayaran Rp 150.000 per hari untuk menanam ganja. Namun, bayaran itu tidak mereka terima hingga tertangkap. Polisi masih memburu pihak lain yang diduga terlibat dalam penanaman ladang ganja ini.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang