SURABAYA, KOMPAS.com - Pinjaman online (pinjol) semakin menjadi pilihan bagi banyak orang untuk mendapatkan uang secara cepat.
Dengan kemudahan dan kecepatan dalam proses pengajuan dan pencairan dana, pinjol telah menarik perhatian masyarakat luas.
Menurut data yang diperoleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah pinjaman online yang outstanding mengalami peningkatan signifikan, mencapai Rp 77,02 triliun pada tahun 2024.
Ketua Program Studi Magister Hukum UPN Veteran Jawa Timur, Dr Teddy Prima Anggriawan, menjelaskan bahwa tren peningkatan pinjol setiap tahunnya disebabkan oleh rendahnya literasi keuangan di masyarakat.
"Terutamanya pada saat masa pandemi Covid-19 kemarin, di mana tatanan sosial, ekonomi, dan pola keuangan semuanya berubah dengan sangat cepat dan itu masyarakat belum siap," ungkap Teddy pada Kamis (24/4/2025).
Baca juga: Ciri-ciri Perbedaan Pinjol Legal dan Ilegal Menurut Pakar Hukum
Desakan ekonomi yang disertai dengan kenaikan harga barang menjadikan pinjol sebagai solusi cepat untuk mendapatkan uang.
"Pinjol ini tidak memerlukan survei atau pengumpulan data seperti perbankan, sehingga menjadi daya tarik tersendiri di mata masyarakat," tambahnya.
Kurangnya pengetahuan hukum masyarakat dalam membedakan antara pinjol legal dan ilegal juga berkontribusi pada masalah ini.
Ia juga mencatat bahwa pemerintah cenderung berfokus pada upaya represif dalam memberantas pinjol ilegal.
"Setiap kali satu pinjol ilegal ditutup, pasti muncul 1.000 pinjol ilegal lainnya," tegasnya, menekankan pentingnya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat.
Teddy menambahkan bahwa nasabah pinjol legal dapat mengajukan restrukturisasi jika tidak mampu membayar utang.
"Restrukturisasi merupakan negosiasi untuk mengajukan keringanan pembayaran yang dilakukan nasabah kepada perusahaan peminjam."
Baca juga: Ini Cara yang Bisa Dilakukan Jika Perempuan Alami Kekerasan dan Ancaman Pinjol
"Kita bisa meminta perusahaan untuk memberi waktu pengunduran pembayaran, dan hal ini lazim dilakukan oleh perbankan maupun perusahaan pinjol yang terdaftar di OJK," tuturnya.
Namun, bagi nasabah yang terjerat utang pada pinjol ilegal, mereka berhak untuk tidak membayar kembali utang tersebut dan disarankan untuk segera melaporkannya kepada OJK dan pihak kepolisian.
"Perusahaan pinjol ilegal tidak mempunyai dasar hukum untuk melakukan penagihan, dan mereka tidak dapat menuntut nasabah karena tidak ada hukum yang mengikat perusahaan tersebut," ujar Teddy.
Ia mengingatkan masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan pinjol, terutama agar tidak digunakan untuk kebutuhan konsumtif.
"Harus ada master plan dan perhitungan matang terkait besaran bunga dan denda, serta apakah kita bisa membayar utangnya kembali," tutup Teddy.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang