Editor
SURABAYA, KOMPAS.com - Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Nasional Anti Narkotika Jawa Timur (DPD Granat Jatim) menilai izin usaha es krim beralkohol yang sebelumnya membuka tenant di pusat perbelanjaan kawasan Surabaya Barat harus dicabut.
Ketua DPD Granat Jatim Arie Soeripan mengaku kecewa dengan putusan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang hanya memberi sanksi tindak pidana ringan (tipiring) berupa denda sebesar Rp 300.000.
Serta memperbolehkan membuka usaha kembali per 22 April lalu, setelah sempat ditutup selama sekitar dua pekan.
"Keberadaan usaha es krim beralkohol ini jelas mencederai predikat Kota Surabaya sebagai Kota Layak Anak Dunia," kata Arie di Surabaya, Kamis (24/4/2025).
Berdasarkan penyelidikan oleh aparat Pemkot Surabaya, usaha es krim tersebut dinyatakan mengandung alkohol sebanyak 3,35 persen.
"Kita tahu es krim identik dengan kesukaan anak-anak. Jelas kandungan alkoholnya sangat berbahaya apalagi jika dikonsumsi anak-anak," ucap Arie.
Di sisi lain, sebagai Kota Layak Anak Dunia akreditasi United Nations Children's Fund (UNICEF), Surabaya dinilai telah memenuhi standar internasional dalam menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, dan inklusif bagi anak-anak.
Baca juga: Penjual Es Krim Beralkohol di Surabaya Didenda Rp 300.000, Anggota DPRD: Mengecewakan
Untuk itu, DPD Granat Jatim menuntut komitmen Pemkot Surabaya untuk terus melindungi dan memajukan kesejahteraan anak-anak di masa yang akan datang.
Arie mengungkapkan, dalam kasus ini, Pemkot Surabaya harus mengkaji kembali dan menindak tegas tenant dan pengusaha yang menjual es krim beralkohol tersebut.
"Harus ditindak tegas dan diproses secara hukum. Bahkan manajemen pusat perbelanjaan yang menyediakan tempat juga harus ikut bertanggung jawab," kata dia menegaskan.
Baca juga: Gerai Es Krim yang Pernah Jual Produk Beralkohol Sudah Buka Lagi tapi Diawasi Pemkot Surabaya
Arie mengingatkan kasus es krim beralkohol tidak bisa dianggap enteng.
"Pemerintah dan instansi atau dinas terkait harus lebih selektif untuk mengeluarkan izin usaha. Menjadi pembelajaran agar selanjutnya lebih sering mengadakan sidak. Jangan sampai kasus seperti ini terulang kembali," ujar dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang