SURABAYA, KOMPAS.com - Di tengah arus deras kehidupan modern yang serba cepat dan penuh distraksi, peran perempuan dalam menjaga stabilitas keluarga tak bisa dipandang sebelah mata.
Apalagi saat tantangan ekonomi global kian terasa, dari lonjakan harga kebutuhan pokok hingga godaan gaya hidup mewah yang terpampang di media sosial.
Masih dalam momen peringatan Hari Kartini, Dwi Santy, seorang humanitarian asal Surabaya sekaligus Past President Rotary Club Surabaya Kaliasin, mengajak perempuan Indonesia, khususnya Kota Surabaya, untuk kembali memaknai semangat Raden Ajeng Kartini dengan cara yang relevan untuk zaman ini.
“Hari Kartini itu spiritnya harus terus belajar, bagaimana memiliki cita-cita dan menjadi yang terbaik. Kalau belajar tidak hanya di sekolah, tapi mengantisipasi, beradaptasi dengan kehidupan yang sangat dinamis. Saat ini situasi makro sangat challenging, perubahan begitu cepat dan dinamis,” tutur perempuan yang biasa disapa Santy kepada jurnalis, termasuk Kompas.com pada Selasa (22/4/2025).
Baca juga: Frugal Living Gaya Hidup Hemat Atau Pelit? Ini Penjelasan Pakar IPB
Salah satu bentuk adaptasi itu adalah dengan menjalani frugal living.
Sebuah konsep hidup hemat yang mengedepankan kebijaksanaan dalam menggunakan uang, bukan sekadar menekan pengeluaran.
Sebab, frugal living bukanlah bentuk kepelitan, melainkan pilihan sadar untuk menyeimbangkan gaya hidup dengan situasi sosial dan lingkungan.
“Frugal living bukan tentang pelit, melainkan tentang membuat pilihan atau keputusan dalam mengelola keuangan, membeli maupun menggunakan uang dengan berpikir bijaksana,” imbuhnya.
Baca juga: 5 Tips Frugal Living untuk Kelas Menengah Menghadapi 2025
Konsep ini mengajarkan pentingnya memahami nilai di balik sebuah barang, bukan sekadar harganya.
Prioritas menjadi kunci, yakni memilah antara kebutuhan nyata dan keinginan sesaat.
“Apakah perlu atau ingin doang, kedua dengan situasi seperti ini penting belajar menabung. Sehingga kebiasaannya bukan punya uang lalu beli dan beli, tapi ditabung,” kata perempuan yang juga aktif bekerja di sebuah bank asing ini.
Untuk itu, ia menekankan pentingnya menghindari perilaku konsumtif yang seringkali berujung pada tumpukan utang dan stres.
Gaya hidup yang terkendali diyakininya mampu membawa ketenangan jiwa dan kebahagiaan yang lebih dalam.
Lebih jauh, frugal living bukan hanya berdampak pada keuangan pribadi, tetapi juga menyentuh isu lingkungan yang kini jadi sorotan global.
Misalnya, dalam urusan fesyen, Santy mengajak perempuan untuk lebih selektif dalam membeli pakaian.
“Dengan frugal living, membantu memberikan dampak positif bagi lingkungan. Polyester, bahan sintetis yang paling banyak dipakai, tapi sadarkah bahwa itu bahan yang tidak bisa diurai oleh lingkungan? Kenapa tidak membeli sesuai yang kita butuhkan?” kata Dwi Santy.
Ia juga menyinggung tentang pola makan guna menghindari pemborosan makanan, yang tak hanya baik untuk kantong, tetapi juga tubuh.
Baginya, frugal living juga cerminan dari kecerdasan emosional, peka terhadap kondisi sekitar, tidak reaktif dalam konsumsi, dan mampu menciptakan ruang hidup yang lebih tertata.
“Mengatur lifestyle, kepekaan pada lingkungan, dan keuangan sehat. Percayalah, kalau orang tidak punya utang yang konsumtif, akan bisa tidur nyenyak, dan menghindari penumpukan barang. Karena perilaku gemar menimbun barang itu juga berdampak pada kesehatan mental,” pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang