MALANG, KOMPAS.com - Sejak berdiri sebagai komunitas pada tahun 2014 dan kemudian berkembang menjadi yayasan, Lingkar Sosial Indonesia (Linksos) terus berkomitmen untuk mengedukasi masyarakat tentang epilepsi dan mendukung para penderita agar bisa menjalani hidup dengan lebih baik.
Didirikan di Malang, Linksos menjadi ruang aman bagi para penderita epilepsi untuk mendapatkan dukungan, pelatihan, dan kesempatan yang setara dalam berbagai aspek kehidupan.
Founder Linksos, Ken Kerta menjelaskan bahwa epilepsi termasuk dalam kategori disabilitas mental karena dalam jangka panjang bisa menyebabkan gangguan pada fungsi otak dan saraf.
Kondisi ini bukan sekadar masalah kesehatan, tetapi juga berdampak besar pada kehidupan sosial, lingkungan, dan ekonomi penderita.
Baca juga: Jalan Berliku Tri Handayani Sembuhkan Epilepsi Sang Putri
"Epilepsi termasuk dalam bagian disabilitas mental. Orang yang mengalami epilepsi dalam jangka panjang bisa mengalami disabilitas mental. Ini menjadi bagian dari tanggung jawab kami karena kami fokus pada isu disabilitas. Epilepsi juga tidak hanya satu penyakit, tetapi bisa menjadi dampak dari banyak penyakit lain yang mempengaruhi saraf otak," tuturnya kepada Kompas.com.
"Epilepsi ini tidak hanya masalah kesehatan, tetapi juga menyangkut sosial dan ekonomi. Karena itu, kami memberikan dukungan yang menyeluruh, baik kepada penderita maupun keluarganya," imbuhnya.
Baca juga: Epilepsi Sering Disangka Kesurupan, Kenali Penyebab dan Pemicunya
Salah satu program unik yang diinisiasi Linksos adalah kegiatan difabel pecinta alam.
Kegiatan ini bertujuan untuk membuktikan bahwa penderita epilepsi tetap bisa menjalani aktivitas yang selama ini dianggap berisiko, seperti mendaki gunung.
Ken Kerta menyebut adanya mitos bahwa penderita epilepsi tidak boleh dekat dengan air dan api karena dianggap berbahaya jika terjadi kejang.
Namun, melalui kegiatan pendakian, Linksos berusaha mematahkan stigma tersebut dan membuktikan bahwa aktivitas di alam justru bisa menjadi bagian dari proses pemulihan.
"Ada mitos bahwa orang dengan epilepsi tidak boleh dekat dengan air dan api. Padahal, dalam kegiatan di alam terbuka, kedua elemen itu sangat penting. Justru dengan mendaki gunung, mereka bisa mendapatkan pengalaman yang membantu dalam proses pemulihan mereka," ujar pria yang juga sebagai Ketua Pembina Lingkar Sosial Indonesia.
Anggota Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) foto bersama anggota dan hasil karya batiknya.Untuk kegiatan di alam, Linksos memanfaatkan Bukit Tursina di Lawang, Kabupaten Malang, sebagai tempat pelatihan.
Di sana, penderita epilepsi dilatih keterampilan bertahan hidup di alam bebas sambil meningkatkan kepercayaan diri mereka.
Selain mendukung dalam aspek kesehatan dan mental, Linksos juga berupaya menciptakan kemandirian ekonomi bagi penderita epilepsi melalui program ekonomi kreatif.
Sebab, stigma di masyarakat yang menyatakan bahwa penderita epilepsi mudah kambuh membuat mereka sulit mendapatkan pekerjaan.
Sehingga, untuk menjawab tantangan tersebut, Linksos membekali mereka dengan keterampilan membatik dan membuat keset yang bisa dipasarkan.
"Untuk kegiatan ekonomi kreatif, kami memanfaatkan Malang Creative Center sebagai tempat koordinasi dan pelatihan, sementara di Kabupaten Malang, kami menggunakan kantor camat. Selain itu, Bukit Tursina di Lawang juga kami manfaatkan sebagai tempat latihan pecinta alam sekaligus ekonomi kreatif," kata Ken Kerta.
Hasil karya berupa batik dan keset buatan para penderita epilepsi telah dipasarkan ke berbagai tempat, termasuk melalui kerja sama dengan Hotel Ibis di Malang.
Produk-produk tersebut mendapat respons positif dari pasar dan menjadi bukti bahwa penderita epilepsi mampu berkontribusi dalam dunia kerja dan industri kreatif.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang