SURABAYA, KOMPAS.com - Bangunan yang awalnya difungsikan sebagai tempat kos-kosan di kawasan Semampir Tengah 6 A/1-3, Kelurahan Medokan Semampir, Kecamatan Sukolilo, Surabaya, akhirnya ditutup paksa oleh Pemerintah Kota Surabaya.
Bangunan itu ditutup setelah beroperasi sebagai hotel tanpa izin yang menimbulkan keresahan bagi warga sekitar.
Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, turun langsung melakukan inspeksi mendadak (sidak) pada Rabu (12/3/2025) setelah menerima laporan dari warga setempat.
Baca juga: Temui Armuji, PKL Pagesangan Minta Diperbolehkan Jualan Takjil di Ruang Terbuka
Hotel yang beroperasi di bawah brand OYO tersebut telah lama menjadi sumber keresahan bagi warga sekitar karena berbagai permasalahan yang ditimbulkannya, mulai dari masalah parkir hingga aktivitas tamu yang dinilai tidak sesuai dengan norma masyarakat.
"Ini izinnya rumah tinggal dan kos-kosan, bukan hotel. Kalau hotel harus ada AMDAL-nya (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan sosialisasi terhadap warga. Jadi ini melanggar aturan, silakan Pak Camat dan Bu Lurah untuk segera menutup hotel ini," tegas Wakil Wali Kota Armuji saat sidak.
Baca juga: 24 Pengaduan Masuk ke Rumah Aspirasi Cak Armuji, 6 Kasus Prioritas Ditindaklanjuti
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan selama inspeksi, terungkap bahwa pemilik bangunan tidak pernah mengajukan perubahan izin dari rumah tinggal dan kos-kosan menjadi hotel.
Perubahan fungsi bangunan ini dilakukan tanpa melalui prosedur perizinan yang benar.
Menurut Armuji, sebuah bangunan yang akan difungsikan sebagai hotel memerlukan berbagai izin khusus dan harus memenuhi sejumlah persyaratan, termasuk analisis dampak lingkungan dan mendapat persetujuan dari warga sekitar.
"Setiap perubahan fungsi bangunan, apalagi menjadi hotel, harus melalui proses yang benar. Ada izin-izin yang harus dipenuhi, termasuk persetujuan dari warga sekitar melalui sosialisasi," jelas Armuji.
Selama beroperasi sebagai hotel, warga sekitar mengalami berbagai gangguan yang mempengaruhi kenyamanan hidup mereka sehari-hari.
Salah satu masalah utama adalah penggunaan jalan umum sebagai tempat parkir tamu hotel.
"Jalan di depan rumah kami selalu penuh dengan kendaraan tamu hotel. Kami kesulitan untuk keluar masuk rumah, bahkan untuk mengantar anak sekolah pun jadi susah," ujar salah seorang warga yang hadir saat sidak.
Masalah lainnya adalah jam operasional hotel yang tidak mengenal waktu.
Meski pihak RT telah membuat aturan bahwa aktivitas keluar-masuk maksimal hingga pukul 22.00, tamu hotel tetap bebas berlalu-lalang hingga dini hari.
"Adanya hotel OYO di sini meresahkan warga dan tidak mendidik anak-anak, sampai tempo hari lalu anak-anak menemukan alat kontrasepsi (kondom). Selain itu, kami warga juga tidak pernah mendapatkan sosialisasi dengan adanya hotel ini dan kami keberatan," ungkap seorang warga yang juga menjabat sebagai takmir masjid setempat.