SIDOARJO, KOMPAS.com - Menjelang waktu berbuka puasa, suasana di Kampung Pekauman, Sidoarjo, semakin ramai.
Banyak orang berlalu-lalang di gang sempit tersebut, yang terletak di pusat Kota Sidoarjo, dekat dengan Masjid Jami Al-Albror, sebuah rumah ibadah yang konon telah berdiri sejak abad ke-16.
Lokasi strategis ini dimanfaatkan oleh warga setempat untuk mencari rezeki selama bulan Ramadhan.
Satu per satu pelanggan dari Sidoarjo dan sekitarnya menghampiri meja yang menjajakan berbagai jajanan takjil, seperti ayam panggang, urap-urap, gorengan, hingga es sinom.
Baca juga: Kurma Medjool dengan Harga Rp 1,3 Juta Menjadi Takjil Mewah Favorit Saat Ramadhan
Namun, salah satu menu yang paling menarik perhatian adalah kolak srikaya, kuliner khas Kampung Pekauman yang selalu dinantikan saat Ramadhan.
Kolak srikaya ini disajikan dalam cup mangkok plastik yang disusun rapi di atas meja.
Kuahnya berwarna putih susu, terbuat dari santan, dengan aroma harum daun pandan yang menggoda.
Saat satu suapan masuk ke mulut, rasa manis langsung menyergap lidah, diimbangi dengan gurihnya kuah santan yang menjadi kondimen utama.
Meskipun disebut kolak srikaya, kuliner khas Sidoarjo ini tidak menggunakan bahan buah srikaya.
Baca juga: Berburu Takjil Naik Sapi, Ada di Ponorogo
Isian kolak ini cukup sederhana, hanya terdiri dari roti tawar, kolang-kaling, dan pisang rebus.
"Saya juga tidak tahu kenapa namanya kolak srikaya, padahal tidak pakai srikaya sama sekali. Tapi dari dulu ya memang seperti ini," ungkap Ifa Mutia (53), penjual kolak srikaya, saat ditemui Kompas.com pada Senin (10/3/2024).
Kolak Srikaya, jajanan takjil yang menjadi kuliner khas Sidoarjo saat Ramadan, Senin (10/3/2025)Hal yang membedakan kolak srikaya dengan kolak pada umumnya adalah adanya campuran telur ayam yang menyerap sempurna di dalam kuah.
Ifa memilih jenis pisang agung, yang juga dikenal sebagai pisang tanduk, untuk kolaknya. "Pisangnya dikukus dulu karena pakai pisang agung," imbuhnya.
Ifa memasak kolak srikaya secara bertahap, mulai dari subuh hingga dhuzur, dan kemudian mulai menjajakan pada pukul 15.00 WIB.
"Sehari saya bisa masak 200 cup mangkok. Tapi biasanya kalau makin hari sampai menjelang Lebaran makin sedikit, paling 70 cup saja," bebernya.
Bagi penikmatnya, khususnya warga Sidoarjo, kolak srikaya bukan sekadar jajanan takjil untuk melepas dahaga, tetapi juga merupakan bagian dari tradisi yang harus dilestarikan.
Baca juga: Berdesakan demi Kebab Bikinan WN Turkiye di Pasar Takjil Kampung Jawa di Bali
"Setiap Ramadhan pasti beli kolak srikaya, karena cuma ada pas bulan puasa saja kan," kata Alfiyah, salah satu pembeli dari Kecamatan Porong.
Alfiyah juga menikmati rasa kolak yang manis dan hangat saat disantap. "Yang saya suka dari kolak ini karena rasa manis, dari gula asli bukan dari pemanis buatan," terangnya.
Seiring matahari yang semakin menunduk, beberapa orang mulai meninggalkan kawasan Kampung Pekauman.
Adanya kolak srikaya di sana menjadi simbol tradisi dan kebersamaan yang terus dirawat oleh masyarakat Sidoarjo.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang