SURABAYA, KOMPAS.com - Dinas Perhubungan (Dishub) Surabaya mengakui kurangnya armada angkutan umum di Surabaya.
Hal ini merespons ucapan pakar transportasi yang menyebutkan bahwa kurangnya transportasi umum menjadi salah satu penyebab kemacetan yang terjadi di Surabaya.
Ketua Tim Angkutan Jalan dan Terminal Dishub Surabaya, Ali Mustofa, mengakui bahwa jumlah armada bus atau angkutan penumpang berkapasitas besar masih belum mencukupi.
"(Transportasi di Surabaya) masih belum cukup. Karena berdasarkan kajian, kebutuhan bus sekitar 130 unit dan feeder sekitar 330 unit," kata Ali ketika dikonfirmasi, Rabu (19/2/2025).
Baca juga: Tingkat Kemacetan Surabaya di Atas Jakarta, Warga: Hanya di Jam Tertentu
Sedangkan, kata dia, jumlah angkutan yang dimiliki Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya masih di bawah itu. Padahal, proses pengoperasiannya sudah dilakukan sejak 2018 silam.
"Kami sudah mulai layanan transportasi umum sejak 2018, dengan pengoperasian Surabaya Bus sebagai angkutan trunk, hingga sekarang telah berkembang layanan angkutan pengumpang," jelasnya.
Baca juga: Antara Macet dan Transportasi Publik, Pilihan Sulit bagi Warga Surabaya
"Total kendaraan saat ini ada 28 Surabaya Bus (berbahan bakar) diesel, 17 Trans Semanggi, 12 Surabaya Bus (ukuran) medium listrik, dan 107 kendaraan Wira-Wiri," tambahnya.
Meski demikian, Ali mengungkapkan bahwa pihaknya akan membenahi kekurangan pelayanan transportasi umum tersebut. Salah satunya dengan menambah jumlah kendaraan angkutan.
"Jadi masih banyak kebutuhannya (transportasi umum). Setiap tahun Pemkot Surabaya mengupayakan penambahan rute angkutan umum," tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, Pakar Transportasi Institut Teknologi 10 Nopember (ITS) Machsus Fawzi tak menampik bahwa beberapa titik di Surabaya rawan macet, terutama pada jam-jam sibuk.
“Faktornya karena tingginya jumlah kendaraan pribadi, urbanisasi yang sangat cepat, minimnya transportasi publik yang efisien, dan rawan macet di kawasan industri atau pusat bisnis,” kata dia kepada Kompas.com, di Surabaya, Selasa (18/2/2025).
Menurut data Dinas Perhubungan Surabaya, jumlah kendaraan bermotor bertambah sekitar 5-7 persen per tahun, sedangkan kapasitas jalan hanya bertambah sekitar 1-2 persen per tahun.
“Akibatnya, ruas-ruas jalan seperti Jalan Mayjen Sungkono, Jalan HR Muhammad, dan kawasan Jemursari sering mengalami kemacetan,” imbuh dia.
Berdasarkan analisis TomTom Traffic Index 2024, kemacetan di Surabaya lebih parah dibandingkan Jakarta.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang