Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antara Macet dan Transportasi Publik, Pilihan Sulit bagi Warga Surabaya

Kompas.com, 18 Februari 2025, 09:27 WIB
Suci Rahayu,
Icha Rastika

Tim Redaksi

SURABAYA, KOMPAS.com - Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia, menyimpan dinamika kehidupan yang unik.

Di balik gemerlapnya kota, pertumbuhan kendaraan yang pesat menjadi tantangan tersendiri.

Ruas jalan yang belum sepenuhnya mampu mengakomodasi lonjakan jumlah kendaraan membuat kemacetan menjadi hal yang tidak terhindarkan.

Baca juga: Kemacetan di Surabaya Jadi Fenomena Biasa bagi Warga

Bagi Ajeng Pinto, seorang humas pemerintahan, kemacetan sudah menjadi bagian dari rutinitas harian.

Setiap pagi, ia harus menempuh perjalanan dari Rungkut Medok Ayu menuju kantornya di Bandara Juanda, melintasi padatnya lalu lintas yang tak jarang membuatnya harus bersabar.

"Kena macet karena posisi kantor saya di perbatasan Sidoarjo-Surabaya, kerja di Juanda. Itu yang macet. Kalau saya merasakan di Sidoarjo yang mau masuk Surabaya, trafiknya macet," ujar perempuan yang biasa disapa Ajeng itu kepada Kompas.com, Senin (17/2/2025) sore.

Kemacetan di Surabaya, menurutnya, tidak hanya terjadi di pusat kota, tetapi hampir di setiap sudut, terutama pada jam-jam sibuk.

Baca juga: Tingkat Kemacetan Surabaya di Atas Jakarta, Warga: Hanya di Jam Tertentu

Meski demikian, ia masih menganggap kemacetan di Surabaya dalam batas wajar, tidak sampai membuat kendaraan benar-benar berhenti total.

"Saya berangkat pukul 06.30 pagi dan langsung terjebak macet menuju akses tol karena jam-jam segini anak sekolah juga mulai berangkat," imbuhnya.

Namun, ada hal lain yang lebih mengkhawatirkannya dibanding sekadar kemacetan, yaitu saat hujan deras.

Baginya, hujan bukan sekadar tetesan air dari langit, melainkan pemicu kemacetan yang lebih parah akibat genangan dan banjir di beberapa titik.

Tak jarang memaksanya mengambil keputusan yang tidak biasa.

"Kalau hujan deras, Surabaya macetnya di mana-mana. Kadang ada genangan yang bikin kendaraan harus melambat, bahkan di beberapa titik bisa menyebabkan kemacetan parah," kata perempuan asli Kediri itu.

"Saya pernah memutuskan untuk menunggu hujan reda dulu di tempat aman sebelum pulang, karena lebih baik menunggu daripada terjebak di jalan. Saya menggunakan city car, jadi kalau ada genangan air yang cukup tinggi, saya bisa kesulitan," ucap dia.

Baca juga: Kemacetan di Surabaya Jadi Fenomena Biasa bagi Warga

Sementara itu, selama menetap di Surabaya, kendaraan pribadi tetap menjadi pilihan utama karena akses transportasi publik yang masih terbatas.

Halaman:


Terkini Lainnya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau