SURABAYA, KOMPAS.com - Karyawan hotel di Jawa Timur terancam menghadapi pemutusan hubungan kerja atau PHK karena dampak efisiensi anggaran.
Efisiensi anggaran yang berujung ancaman PHK massal tidak hanya dirasakan oleh pegawai pemerintah honorer, tetapi juga swasta di sektor perhotelan.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Timur, Dwi Cahyono menyebut, 50 persen hotel di Jatim bergantung pada meeting, incentive, convention, dan exhibition (MICE) pemerintah.
Oleh sebab itu, PHRI memperkirakan okupansi hotel di Jawa Timur akan menurun sebesar 30 persen karena pembatalan MICE mengingat perjalanan dinas pemerintah turut dipotong.
Baca juga: Imbas Efisiensi Anggaran, Okupansi Hotel di Jatim Bakal Turun 30 Persen
Apabila kondisi ini berlanjut pada beberapa bulan ke depan, jalan terakhir untuk menyelamatkan bisnis hotel adalah dengan melakukan PHK pada karyawan.
“Kalau memang okupansi menurun itu akan kita tidak diteruskan kontraknya,” kata Ketua PHRI Jawa Timur, Dwi Cahyono saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (14/2/2025).
Dwi menyampaikan, okupansi hotel yang menurun akan berdampak pada biaya operasional.
Oleh karena itu, bagian dari risiko bisnis selain mengurangi bahan baku kebutuhan juga menyasar pengurangan sumber daya manusia (SDM), dalam hal ini adalah karyawan.
“Bukan mungkin ada langkah efisiensi itu mulai energi baku-baku segala macam, salah satunya SDM. Jadi ya mudah-mudahan tidak sampai ada pengurangan,” katanya.
Baca juga: Bayang-bayang PHK Massal akibat Okupansi Hotel Merosot Imbas Efisiensi Anggaran
Namun, untuk menyelamatkan karyawan, PHRI menawarkan solusi pada hotel agar tidak sampai PHK, yakni dengan mengurangi jam kerja.
Sistem tersebut pernah berjalan pada saat pandemi Covid-19.
“Seperti dulu pandemi ya, saat pandemi itu kita gilir jadi satu minggu masuk, satu minggu tidak masuk, jadi kalau bisa jangan sampai PHK, kita upayakan itu,” ujarnya.
Selain itu, PHRI Jawa Timur berkoordinasi dengan pihak-pihak hotel untuk mengubah segmen, dari yang semula target pasar pemerintah, menjadi wisatawan hingga korporasi.
“Ya kita akan cari segmen-segmen baru, baik wisatawan, kemudian dari korporasi, swasta, gathering-gathering kita upayakan,” katanya.
Efisiensi anggaran belanja telah tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.
Efisiensi anggaran tersebut nilainya diprediksi mencapai Rp 306,69 triliun dari anggaran belanja kementerian/lembaga sebesar Rp 256,1 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp 50,59 triliun.
Hasil pemangkasan anggaran ini akan dialihkan pada program-program prioritas pemerintah, seperti Makan Bergizi Gratis.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang