SURABAYA, KOMPAS.com - Nurherwanto Kamaril alias NK (60), tersangka dugaan kasus pencabulan dan persetubuhan anak di panti asuhan Surabaya tidak mengakui perbuatannya.
NK dengan tangan bergorgol dan memakai baju tahanan orange dihadirkan saat rilis kasus di Gedung Humas Polda Jatim pada Senin (3/2/2025).
Saat ditanya oleh awak media, NK yang mendapat pengamanan ketat, mengelak. Ia tidak mengakui perbuatannya yang melecehkan anak asuh secara fisik dan psikis.
“Bukan saya, sama sekali bukan saya, tidak,” katanya kepada awak media, Senin (3/2/2025).
Baca juga: Korban Pelecehan Pemilik Panti Asuhan di Surabaya Kini Diamankan di Shelter
NK juga bersikukuh tidak mengakui perbuatannya saat ditangkap Polda Jatim pada Jumat (31/1/2025) sekitar pukul 21.30 WIB.
Dia merasa tidak terima saat digeret tim penyidik dan diseret masuk ke ruang Dirkrimum Polda Jatim.
"Maksudnya apa, kok saya dibeginikan? Maksudnya apa?" kata NK.
Berdasarkan penyelidikan Polda Jatim, NK dengan keji diduga melakukan pencabulan dan pelecehan secara fisik maupun psikis kepada anak asuhnya selama lebih dari tiga tahun (2022-2025).
Mencuatnya kasus ini bermula dari seorang korban anak perempuan berusia 15 tahun melapor kepada Unit Konsultasi dan Bantuan Hukum (UKBH) Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.
“Kejadian bermula dari kaburnya anak panti asuhan yang menerangkan adanya dugaan tindakan pencabulan dilakukan oleh NK,” kata Direktur UKBH Unair, Sapta Aprilianto.
Baca juga: Tersangka Pencabulan dalam Panti Asuhan di Surabaya Rayu dan Ancam Korban
Korban merupakan salah satu anak asuh yang tinggal di panti asuhan tersebut. Dia kabur dan menceritakan kisah pilunya kepada mantan istri tersangka berinisial S (41) yang juga pelapor.
Rumah penampungan yang sebelumnya panti asuhan tidak memiliki perpanjangan izin sejak 2022. Jadi, saat ini dinilai ilegal.
Pelaku dijerat Pasal 81 Jo Pasal 76 D dan atau Pasal 82 Jo Pasal 76 E UURI No. 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UURI No. 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 6 Huruf b UU No. 12 tahun 2022 tentang tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Ancaman hukuman paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun untuk perlindungan anak, sedangkan UU pidana kekerasan seksual yaitu 12 tahun.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang