Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebelum Meninggal, Bocah Kelas 3 SD di Subang Mengaku Kepalanya Dibenturkan ke Tembok oleh Kakak Kelasnya

Kompas.com, 26 November 2024, 14:40 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - AR (9), bocah kelas 3 sekolah dasar di Subang, Jawa Barat, kritis usai diduga dirundung oleh kakak kelasnya.

AR kemudian menjalani perawatan intensif di RSUD Ciereng, Subang, Jawa Barat. Setelah dirawat tiga hari, AL dinyatakan meninggal dunia pada Senin (26/11/2024) sekitar pukul 16.10 WIB.

Sebelum meninggal dunia, korban sempat mengeluh sakit kepala hebat hingga muntah-muntah. Kondisinya terus memburuk bahkan tak bisa membuka mata hingga tak bisa berjalan dan terpaksa merangkak.

"Dua hari itu dia muntah terus, kalau makan muntah, makan muntah, perutnya sakit, sama uwa-nya enggak cerita karena takut, kata saya kenapa kamu kayak gitu, sakit perutnya, dibenerin (diurut) abis diurut enggak muntah lagi," ujar Sarti, saudara korban saat dihubungi, Minggu (24/11/2024).

Baca juga: Siswa SD Korban Bullying di Subang Meninggal, Kepala Sekolah Dinonaktifkan

Saat itu AR sempat masuk sekolah, namun kondisinya semakin memburuk. Hingga akhirnya AR menceritakan yang ia alami selama ini.

Kepada keluarga, AR mengaku sering dipukuli oleh tiga kakak kelasnya. Bahkan ditendang dan kepalanya dibenturkan ke tembok.

"Waktu dia mau drop mau berangkat ke rumah sakit, saya tanya kamu kenapa kepalanya sakit, melek enggak bisa, jalan susah, katanya dijedotin ke tembok, ditajong (tendang) pengakuan AR sama tiga orang itu," ujar Sarti.

Kemudian keluarga memberitahukan kondisi AR ke wali kelas, sementara AR dirawat di rumah sakit dalam kondisi koma.

"Saat itu saya mau ke sekolah, tahunya udah bubar, kantor enggak ada udah pada ke mana gurunya, jadi saya balik lagi enggak jadi (laporan saat itu)," kata Sarti.

Baca juga: Siswa SD Korban Bullying di Subang Meninggal, Kepala Sekolah Dinonaktifkan

Kepala sekolah sebut terjadi di luar sekolah

Sementara itu Kasim, kepala sekolah tempat AR menuntut ilmu mengatakan perundungan yang dialami oleh AR baru diketahui saat AR dirawat di rumah sakit.

"Iya betul tahunya sudah kritis, di rumah sakit itu baru tahu setelah seminggu kemudian, itu pun ada pihak keluarga tidak laporan tapi sambil ngomong ke guru kelas, itu pun saya tindaklanjuti, saya ke tempat korban saya tanyakan ke orangtua, karena dicek buku kejadian tidak ada laporan," ucap Kasim.

Ia mengatakan perundungan terjadi di luar lingkungan sekolah saat waktu istirahat.

"Kejadian di luar arena sekolah bukan di dalam, pada waktu istirahat, guru istirahat anak jajan di luar area sekolah," kata Kasim.

“Kami baru tahu setelah seminggu, ketika korban sudah di rumah sakit. Itu pun dari laporan keluarga yang sempat berbicara dengan guru kelas,” kata Kasim.

Baca juga: Cerita Pilu Keluarga Siswa SD Korban Bullying di Subang: Mengaku Dipukuli 3 Kakak Kelas

Kapolres Subang AKBP Ariek Indra Sentanu, melalui Kasatreskrim AKP Gilang Indra Friyana Rahmat membenarkan siswa kelas 3 SD korban perundungan itu meninggal dunia.

"Korban dugaan kekerasan kakak kelas tersebut, meninggal dunia sekitar pukul 16.10 WIB dan saat ini jenazah sudah berada di kamar Jenazah RSUD Subang," kata Kasatreskrim Polres Subang, AKP Gilang Indra Friyana Rahmat, Senin (25/11/2024) malam.

Untuk memastikan penyebab kematian, polisi akan melakukan otopsu di RS Bhayangkara Indramayu.

"Otopsi ini dilakukan untuk memastikan penyebab korban meninggal dunia, sekaligus untuk proses penyelidikan kasus ini," ucapnya

Gilang juga megaskan proses penyedikan kasus bullying akan terus berlangsung.

"Kami sudah lakukan pemeriksaan sejumlah saksi baik dari pihak keluarga, teman korban hingga pihak sekolah," kata dia.

Baca juga: Siswa SD Korban Bullying Kakak Kelas di Subang Meninggal Dunia

"Dan karena korban meninggal, kami akan menunggu hasil otopsu untuk memastikan penyebab korban meninggal," imbuhnya

Sementara itu Kapolres AKBP Ariek Indra Sentanu mengatakan ditemukan ada pendarahan otak pada korban.

"Dari hasil otopsi, ditemukan adanya pendarahan di otak yang menyebabkan korban tak sadarkan diri selama 3 hari hingga meninggal dunia, kemarin sore," katanya.

Hasil otopsi ini akan jadi pedoman polisi untuk pemeriksaan kepada sejumlah saksi, guna mengungkap kasus ini.

"Sejauh ini baru 3 saksi yang kita periksa, semuanya merupakan terduga pelaku yang usianya masih dibawah 12 tahun," katanya.

Selain ketiga terduga pelaku, kami juga akan memeriksa pihak sekolah, keluarga korban dan teman korban.

Baca juga: Bocah Kelas 3 SD di Subang Kritis Usai Dirundung Kakak Kelas

"Untuk mengungkap kasus ini, semua akan kita mintai keterangan. Selain itu pemeriksaan terhadap saksi khususnya terduga pelaku dan teman korban kita akan melibatkan unsur pihak terkait seperti Bapas, KPAI serta pihak keluarga," ungkapnya.

Apalagi kata Ariek, terduga pelaku yang menganiaya korban merupakan anak-anak yang usianya masih dibawah 12 tahun.

"Terduga pelaku ini dibawah umur tentunya perlakukan hukum tidak sama dengan orang dewasa," katanya.

Pj Bupati Subang terpukul

Pj Bupati Subang, Imran, terlihat terpukul atas meninggalnya AR. Raut muka Imran terlihat menahan kesedihan saat keluar kamar jenazah RSUD Subang, Senin (25/11/2024) malam.

"Ini tidak perlu terjadi jika pihak sekolah bisa mengawasi anak didiknya. Akibat kelalaian pihak sekolah, nyawa anak generasi muda bangsa mati sia-sia karena bullying," ucap Imran.

Imran menegaskan kasus Albi ini harus menjadi yang terakhir. Tidak boleh lagi ada lagi kasus bullying di Subang, apalagi hingga menyebabkan nyawa siswa melayang.

"Saya tegaskan, pihak sekolah harus benar-benar mengawasi anak didiknya di sekolah, baik saat jam belajar maupun istirahat, agar kasus Albi tak terulang di kemudian hari," ucapnya.

Baca juga: Emosi Sering Di-bully, Santri Anak di Langkat Bakar Pengurus Ponpes, Sempat Rekayasa Cerita

Imran juga meminta pihak kepolisian mengusut tuntas kasus ini agar memberikan efek jera bagi murid lain dan juga pihak sekolah.

"Siapapun yang bersalah, dihukum," ucapnya.

Selain itu ia juga menonaktifkan kepala sekolah serta menegaskan akan memecat kepala sekolah jika bersalah.

Dia pun meminta pihak kepolisian untuk memeriksanya karena hal ini tak perlu terjadi jika tak ada kelalaian dari pihak sekolah.

"Kasus ini tak perlu terjadi jika pihak sekolah benar-benar mengawasi siswanya dengan baik di sekolah," katanya

Atas kasus ini, Imran juga akan mengumpulkan semua kepala sekolan, Selasa (26/11/2024).

Baca juga: Bully Siswi SMP di Jambi, 5 Orang Jadi Tersangka

"Besok seluruh kepala sekolah akan saya kumpulkan di sekolah tempat AR bersekolah yakni SDN Jayamukti Blanakan. Saya akan tegaskan kembali kepada para kepala sekolah agar sungguh-sungguh mengawasi anak didiknya, jangan sampai ada korban selanjutnya," kata Imran

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Farida Farhan | Editor: Reni Susanti, Andi Hartik), Tribun Jabar

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau