SUMENEP, KOMPAS.com - Ketua sementara DPRD Kabupaten Sumenep, Jawa Timur Zainal Arifin turun langsung melakukan razia di tempat prostitusi yang ada di Desa Beluk Ares, Kecamatan Ambunten, Sumenep.
Video penggerebekan itu tersebar luas di media sosial dengan menampilkan wajah perempuan yang diduga pekerja seks komersial (PSK) berdebat dengan Zainal Arifin.
“Kami bersama anggota mendapati delapan orang yang diduga PSK. Mereka langsung kami bawa ke kantor Satpol PP,” kata Zainal saat dihubungi, Rabu (18/9/2024).
Baca juga: Andre Rosiade Terlibat Gerebek PSK, DPP Gerindra Minta Maaf
Zainal menjelaskan, penggerebekan yang ia lakukan didasarkan pada laporan dari masyarakat bahwa di lokasi tersebut dijadikan tempat prostitusi.
Politisi PDI Perjuangan itu mengaku berkomitmen akan memberantas tempat prostitusi.
Kendati begitu, ia tak mau berkomentar lebih jauh perihal video penggerebekan yang dianggap menghilangkan rasa kemanusiaan.
Baca juga: Andre Rosiade Gerebek PSK, Polri: Semua Orang Boleh Menangkap, tetapi...
“Razia ini tidak hanya kami lakukan di sini (wilayah Ambunten), tapi kami juga akan lakukan di berbagai tempat seperti rumah kos dan hotel,” tegas dia.
Dihubungi terpisah, pengamat hukum di Kabupaten Sumenep, Kurniadi, SH, MH, mengecam tindakan Zainal Arifin, terkait publikasi wajah PSK dalam operasi penggerebekan itu.
Tindakan yang dilakukan Zainal, dianggap Kurniadi sebagai pelanggaran hak asasi manusia dan eksploitasi terhadap martabat perempuan demi kepentingan politik.
“Ini merupakan bentuk penghinaan terhadap martabat manusia. Ekspos wajah PSK ke publik tanpa persetujuan mereka adalah tindakan yang merusak privasi dan kehidupan pribadi mereka,” kata dia.
Baca juga: Gerebek PSK di Padang, Sekjen Gerindra: Andre Rosiade Dinyatakan Tak Bersalah
Kurniadi juga menyoroti penggerebekan PSK seharusnya menjadi tanggung jawab pihak eksekutif, khususnya Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), bukan legislatif.
Ia menuduh Zainal Arifin melampaui kewenangannya dengan terlibat langsung dalam penggerebekan, yang seharusnya menjadi domain eksekutif.
“Ini lebih seperti eksploitasi untuk menarik perhatian publik ketimbang penegakan hukum yang benar."
"Penggunaan kekuasaan untuk tujuan politik dengan cara yang sadis dan tidak manusiawi adalah bentuk eksploitasi yang tidak bisa ditoleransi,” tegas dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang