LUMAJANG, KOMPAS.com - Polemik sengketa tanah antara warga dan Pemerintah Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, masih terus berlanjut. Badan Pertanahan Kabupaten Lumajang menduga sertifikat yang dipegang Pemkab Lumajang palsu.
Sebelumnya diberitakan, tanah seluas 6.099 meter persegi di Desa Wonokerto, Kecamatan Tekung, Kabupaten Lumajang, jadi bahan sengketa di pengadilan. Tanah lapang ini diklaim Pemerintah Kabupaten Lumajang sebagai aset milik Pemkab.
Penelusuran Kompas.com melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Lumajang, penggugat adalah empat orang ahli waris dari Eko Soelistianto berinisial HA, FAS, NA, dan EFN.
Baca juga: Tanah 6.099 Meter Persegi Aset Pemkab Lumajang Jadi Bahan Sengketa di Pengadilan
Sedangkan, tergugatnya adalah Kepala Desa Wonokerto, Kecamatan Tekung. Kasus ini terdaftar pada Rabu (2/2/2022) dengan nomor perkara 6/Pdt.G/2022/PN Lmj.
Dalam perkaranya, terdapat lima bidang tanah yang disengketakan yakni SHM nomor 39, 40, 42, 47, dan 48. Kelimanya berada di Desa Wonokerto.
Baca juga: Isak Tangis Keluarga Iringi Pemberangkatan 732 Calon Jemaah Haji di Lumajang
Namun, yang diklaim sebagai aset milik Pemkab hanya yang bernomor 40 dengan luas tanah 6.099 meter persegi.
Perkara ini telah diputus oleh pengadilan hingga putusan kasasi di Mahkamah Agung dan memenangkan penggugat.
Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Lumajang Rocky Soenoko mengatakan, sertifikat tanah yang dimiliki Pemkab Lumajang diduga palsu.
Indikasi sertifikat palsu, kata Rocky, dilihat dari atas nama pemilik tanah yang berbeda antara sertifikat milik Pemkab dan buku tanah yang ada di BPN.
Buku tanah yang ada di BPN menunjukkan, sertifikat hak milik itu tertulis atas nama Eko Soelistianto.
Sedangkan, di sertifikat yang dimiliki Pemkab Lumajang, terdapat tulisan lain dengan cetakan tebal yang ada di bawah nama Eko Soelistianto.
Menurut Rocky, sertifikat tanah dan buku tanah seharusnya tidak memiliki perbedaan sama sekali.
Rocky menambahkan, tanah yang dimiliki pemerintah seharusnya bersertifikat hak pakai, bukan sertifikat hak milik.
Sedangkan, di buku tanah yang dipegang BPN, tertera sertifikat tersebut berstatus hak milik.
"Kalau aset pemerintah itu sertifikatnya hak pakai bukan hak milik, nah kalau dilihat dari buku tanah ini SHM, berarti milik perorangan," jelas Rocky.
Baca juga: Kasus DBD di Lumajang Naik Jadi 440 Orang
Meski begitu, Rocky belum bisa memastikan apakah sertifikat tersebut benar-benar palsu atau tidak.
Sebab, untuk memastikannya, perlu penelitian yang mendalam seperti melakukan uji forensik.
"Tapi nanti harus diteliti lagi, kita perlu uji forensik juga untuk memastikan ini palsu atau tidak," tambahnya.
Lebih lanjut, Rocky menegaskan, selama ini pihaknya tidak terlibat dalam sengketa tanah tersebut. Sehingga, ia kurang mengetahui asal muasal dan proses sengketa tersebut hingga putusan inkrah dari Mahkamah Agung.
"Dari awal memang kami tidak ikut ya, bahkan kita juga tidak jadi turut berperkara, jadi kami kurang mengetahui prosesnya secara detail," tegasnya.
Penjabat (Pj) Bupati Lumajang Indah Wahyuni membantah sertifikatnya yang dimiliki Pemkab Lumajang perihal tanah di Desa Wonokerto, Kecamatan Tekung, palsu.
Menurutnya, sertifikat yang dimilikinya merupakan yang asli. Selain itu, tanah tersebut, kata Yuyun, sudah terdata di aset Pemkab Lumajang.
"Sertifikat aslinya itu ada di kita, kemudian ini juga sudah tercatat sebagai aset kita," kata Yuyun di Pendopo Arya Wiraraja, Kamis (23/5/2024).
Oleh karenanya, Yuyun bertekad untuk memperjuangkan aset tersebut sampai akhir. Bahkan, Yuyun telah mengajukan gugatan bantahan ke Pengadilan Negeri Lumajang.
Perkara ini telah terdaftar pada Kamis (16/5/2024) di Pengadilan Negeri Lumajang dengan nomor perkara 16/Pdt.Plw/2024/PN Lmj. Sidang perdana akan digelar pada Rabu (19/6/2024) pukul 10.10 WIB di Ruang Sidang Garuda.
"Saya sendiri sudah mendaftarkan gugatan ke pengadilan, kita akan berjuang sampai akhir," tegasnya.
Sekretaris Desa Wonokerto Edi mengatakan, tanah yang bersengketa itu merupakan tanah kas desa (TKD) dan sudah berperkara sejak 2022.
Menurut Edi, saat itu, pihaknya hanya memiliki bukti berupa sertifikat letter C dan kalah di pengadilan.
Belakangan, ia baru mengetahui bahwa Pemkab punya sertifikat aslinya. Sehingga, pihak Pemkab Lumajang mengajukan gugatan ke pengadilan.
"Itu tanah kas desa, kalau yang nomor 40 itu saya tahunya barusan kalau ada sertifikatnya. Awalnya kami tidak tahu, mulai sidang 2022 itu dasar pembuktian kami di letter c dan kerawangan. Nah sekarang ini pemda ternyata ada sertifikatnya dan ajukan gugatan," kata Edi melalui sambungan telepon, Senin (27/5/2024).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.