Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Abdul Aziz dan Nafiah, Suami Istri di Lumajang Abdikan Diri Jadi Marbut

Kompas.com, 25 Maret 2024, 20:06 WIB
Miftahul Huda,
Andi Hartik

Tim Redaksi

LUMAJANG, KOMPAS.com - Menjadi marbut adalah jalan hidup yang dipilih Abdul Aziz (63) dan Nafiah (60), pasangan suami istri asal Kelurahan Ditotrunan, Kecamatan Lumajang, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.

Keduanya telah mengabdikan diri di Masjid Agung KH. Anas Mahfud Lumajang lebih dari 20 tahun.

"Duluan Bapak (Aziz) jadi marbut, mungkin selisih 4 tahun baru saya masuk juga," kata Nafiah di Masjid Agung KH. Anas Mahfud Lumajang, Senin (25/3/2024).

Baca juga: Melihat Meriahnya Festival Patrol di Lumajang

Setiap hari, Nafiah dan Aziz mempunyai tugas untuk membersihkan masjid agung. Mulai dari menyapu, mengepel, membersihkan kamar mandi, hingga merapikan tempat shalat jemaah.

Tugasnya dimulai setelah shalat subuh, kemudian menjelang shalat ashar. Khusus Ramadhan, jelang buka puasa ia juga berada di masjid untuk membantu membagikan takjil ke para jemaah.

Baca juga: Kisah Sudarman Jadi Tumpuan di Masjid Al-Falaah, Bukan Marbut Biasa...

Khusus Aziz, semenjak kepengurusan takmir baru, ia bertugas di bagian keamanan masjid.

Meski begitu, untuk hal-hal teknis seperti menghidupkan lampu dan menangani kerusakan yang terjadi secara mendadak, ia tetap membantu.

"Misal ada lampu mati pas ada pengajian kan enggak mungkin nunggu yang punya tugas, ya tetap saya yang betulin, kalau di struktur saya sekarang di bagian keamanan," terang Aziz.

Mengejar ridha Allah

Menjadi marbut memang tidak banyak menghasilkan pundi-pundi rupiah untuk dibawa pulang sebagai bekal hidup sehari-hari.

Setiap bulan, Nafiah mendapat gaji sebesar Rp 500.000. Uang itu kemudian diputar untuk menghidupkan dapur agar tetap mengebul.

"Kalau gaji saya 500 (ribu), Bapak enggak tahu, ya itu buat sehari-hari," tuturnya.

Meski pendapatan sebagai marbut tidak seberapa, Nafiah tetap menekuni menjaga masjid dengan ikhlas.

Menurutnya, satu-satunya yang ia kejar dengan menjadi marbut hanyalah ridha Allah kelak di akhirat.

"Yang saya pingin hanya ridhanya Allah, enggak ada lagi, saya ingin Allah itu lihat saya bersihkan rumahnya," tegasnya.

Sebelum usianya menua, Nafiah mengaku untuk menutupi kekurangannya dengan bekerja di panti jompo yang lokasinya tidak jauh dari rumahnya. Selain itu, ia juga membuka jasa jahit baju untuk warga sekitar.

Namun, di usia senjanya sekarang, ibu dari 3 orang anak ini mengabdikan diri sepenuhnya untuk masjid agung.

"Sekarang sudah tidak kuat lagi, capek, jadi hanya di masjid saja bersih-bersih," jelasnya.

Baca juga: Kisah Mahasiswa Rantau di Mataram, Menjadi Marbut Masjid dan Kuliah

Beruntung, banyak jemaah yang dermawan sering memberikan sedikit hartanya untuk Nafiah.

Tidak hanya uang tunai, terkadang Nafiah juga menerima mukena, baju, hingga beras dari para jemaah.

"Alhamdulillah rezeki itu ada saja, kadang dikasih jemaah, padahal saya juga enggak minta tapi kadang ada yang tiba-tiba nyari saya ngasih, kadang uang, kadang baju, ya saya terima saja dan sampaikan terima kasih," ceritanya.

Baca juga: Cerita Marbut Masjid Wanita di Malang, Pekerjaan Warisan dari Sang Ayah

Suka duka jadi marbut

Bertahun-tahun jadi marbut, tentu banyak lika-liku yang dihadapi Nafiah maupun Aziz.

Menurut Nafiah, hal yang paling membuatnya bahagia selama menjadi marbut dikala masjid tampak bersih dan para jemaah yang datang bisa beribadah dengan nyaman.

Ada suka pasti ada duka. Nafiah sangat sedih saat melihat ada jemaah yang tidak menjaga kebersihan masjid.

Menurutnya, sebagai umat muslim, seharusnya turut menjaga kebersihan masjid meski sudah ada petugas yang membersihkannya.

"Ada saja kadang jemaah yang buang sampah sembarangan, macam-macam lah, kadang saya nelangsa melihat itu, tapi ya sudah saya yang bersihkan," ungkapnya.

Peran pemerintah

Nafiah mengaku, selama ini ia belum pernah menerima tambahan penghasilan selain dari masjid dan jemaah yang dengan sukarela beramal langsung kepadanya.

"Tidak ada (dari pemerintah), paling kalau pas ada (momen) beri santunan seperti yang kemarin ini," kata Nafiah.

Plt Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Lumajang Mustakim mengatakan, secara khusus, pemerintah belum menganggarkan program untuk meningkatkan kesejahteraan marbut.

"Kalau secara khusus memang belum ada di anggaran kita, kita tidak tahu apakah di Kemenag ada anggaran untuk marbut atau tidak. Tapi biasanya memang marbut ini bekerja secara ikhlas tidak mengharapkan upah," jelas Mustakim.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau