"Untuk mendapatkan suara, wajar [merangkul pesantren]. Gimana caranya mendapat suara lebih pasti dengan jumlah pesantren yang luar biasa. Itu satu-satunya jalan tol atau jalan pintas yang bisa dilakukan," papar Surokim.
Pimpinan Pondok Pesantren Al-Fudhola' Barurambat Timur di Pamekasan, KH. Fadholi Moh. Ruham merupakan salah satu kiai di Madura yang terjun ke dunia politik.
Dia merupakan perintis dan pernah menjadi Ketua DPC PKB Pamekasan.
Fadholi juga pernah menjabat sebagai wakil ketua DPRD Kabupaten Pamekasan hingga menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Timur dari Fraksi Kebangkitan Bangsa.
Sampai saat ini, dia juga masih terlibat aktif di dunia politik terutama dalam setiap momen pemilihan umum.
Ditemui di kediamannya pada Sabtu (10/02), Fadholi mengatakan bahwa terjun ke dunia politik merupakan kewajiban sebagai warga negara.
Berpolitik juga disebutnya bisa menjadi "jalan dakwah dalam memperjuangkan agama Islam demi mendapatkan pemimpin yang sesuai dengan kriteria".
Baca juga: Mahfud MD Bangga, Orang Madura Jadi Pelopor Ekonomi Hijau
"Jadi bernegara berarti kita harus berpolitik, kenapa? Agama itu mengatur segala aspek kehidupan manusia, apalagi politik," jelas Fadholi.
Ia juga menepis kekhawatiran pesantren akan 'terkotak-kotak' dengan banyaknya kiai yang terjun ke dunia politik.
Menurutnya, hubungan antar pesantren di Madura tidak mudah digoyahkan hanya karena perbedaan pandangan dalam berpolitik dan mendukung calon tertentu.
Pada Pemilu 2024, Fadholi secara terang-terangan mendukung Anies-Muhaimin dan ikut hadir ketika mantan Gubernur DKI Jakarta melakukan kampanye di Pamekasan, akhir Januari lalu.
Pada Pilpres sebelumnya, Fadholi merupakan pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Fadholi mengungkapkan alasan memilih Anies-Muhaimin. Selain alasan rekam jejak pasangan tersebut, latar belakang NU juga menjadi pertimbangannya.
"Ukhuwah nahdliyah itu pertimbangan utama, karena bagaimanapun pemilihan di Indonesia karena anggota NU itu mayoritas di republik kita ini, maka sudah barang tentu pemilih itu yang menjadi sasaran dari para calon adalah pemilih yang berlatar belakang atau orang NU," jelasnya.
Baca juga: Mahfud MD: Penebangan Hutan 10 Tahun Terakhir Luasnya 23 Kali Pulau Madura
"Pak Muhaimin Iskandar jelas santri bahkan putra kiai dan PKB itu memang dibentuk oleh NU, terlepas dari sejarah perkembangannya," tegas Fadholi.
Tak hanya di kalangan kiai sepuh, sejumlah lora atau gus — putra dari keluarga kiai — di Madura juga aktif berpolitik dan tidak segan-segan mengungkap pilihan politiknya ke publik.
Seperti yang diperlihatkan Gus Rahmatullah, putra dari pengasuh Pondok Pesantren Al-Ilyasy Tambelangan, Sampang.
Gus Rahmatullah merupakan pendukung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024. Dia memilih Menteri Pertahanan tersebut karena dinilai paham dengan "geopolitik dunia dan mampu menjaga kedaulatan Indonesia" dari berbagai ancaman. Prabowo juga disebutnya "sosok pemimpin yang berani dan punya nyali".
Baca juga: Histeris Warga Lebak Dapat Kaus dari Jokowi, Langsung Video Call Keluarga di Madura
Terkait latar belakang Prabowo-Gibran yang bukan kader NU, tidak mengurangi kesungguhan Gus Rahmat.
Yang penting, menurutnya, dia senapas dengan perjuangan dan cita-cita NU dalam konteks menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila.
"Berkaitan apakah harus NU, perlu digaris bawahi bahwa politik NU adalah politik kebangsaan, bagaimana terciptanya kemaslahatan untuk bangsa dan negara, tidak harus kader NU.
"Dan Prabowo adalah sosok yang sangat dekat bahkan akrab dengan beberapa petinggi NU dan pemangku pondok pesantren," kata dia.
Ketua Yayasan Pondok Pesantren Darussalam Jungcangcang Pamekasan, RPA Wazirul Jihad juga contoh lain dari kiai yang terjun ke dunia politik.
Baca juga: FBR dan Ikatan Keluarga Madura Deklarasi Dukung Ganjar-Mahfud pada Pilpres 2024
Saat ini, Wazir tercatat sebagai Ketua DPC Partai Persatuan Pembangunan Kabupaten Pamekasan, salah satu partai pengusung Ganjar-Mahfud di Pilpres 2024.
Selain mendukung Ganjar-Mahfud di pemilihan presiden kali ini, Wazir juga ikut bertarung dalam perebutan kursi DPRD Kabupaten Pamekasan.
Dia juga terjun ke dunia politik karena menganggap itu sebagai sebuah tanggung jawab untuk ikut mengambil peran di dalam pemerintahan.
"Kita beragama, karena kita hidup di negara yang dibangun partai politik sehingga kami pun mempunyai tanggung jawab untuk membangun pemerintahan ini secara politik," kata Wazir.
Caleg dari daerah pemilihan satu Pamekasan ini mengakui bahwa kiai atau pimpinan pesantren di Madura memiliki 'privilege' untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat meski itu bukan jaminan bisa dikonversi menjadi suara.
"Masyarakat Pamekasan itu masih paternalistik, masih banyak mengikuti arah dan dawuh dari para kiai," lanjutnya.
Baca juga: Debat Cawapres 2024, Ini Makna Baju Pesak Madura Mahfud Md
Pengamat politik Surokim menilai kiai terjun ke dunia politik merupakan sesuatu yang lazim di Madura. Bahkan banyak kiai atau putranya yang berbondong-bondong masuk partai.
"Bahkan lora-lora itu sekarang makin intens, lora-lora itu tidak hanya menjadi kandidat atau ikut partai tertentu misal PKB atau PPP. Itu kan tersebar di hampir semua partai," jelas Surokim.
"Eranya sekarang sudah berubah, tuntutan zaman juga sudah berubah. Pesantren juga butuh relasi dengan pemerintah," ucap Surokim.
Pertanyaannya kemudian, apakah pesantren mendapat keuntungan dengan mendukung capres tertentu?