MAGETAN, KOMPAS.com- Sesosok perempuan lanjut usia berusia sekitar 90 tahun membukakan pintu saat Kompas.com bertandang ke sebuah rumah di Desa Gebyog, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, Minggu (28/1/2024).
Mbah Semi, nama lansia tersebut, mempersilakan Kompas.com masuk ke rumahnya yang berukuran 4x6 meter. Rumah yang dihuninya merupakan bantuan pemerintah dari program rumah tidak layak huni di tahun 2018.
Baca juga: Buntut Terdakwa Pencabulan Kabur Saat Menunggu Sidang, PN Magetan Perketat Pengawasan Tahanan
“Ini tadi pulang dari membuat opak, upahnya seikhlasnya, kadang sehari Rp 5.000 untuk beli beras," Mbah Semi mengawali ceritanya, Minggu (28/1/2024).
Di rumah tersebut Mbah Semi hidup sebatang kara.
Anak laki-laki satu-satunya sudah meninggal lama. Menyusul kemudian sang suami yang meninggal dunia.
Baca juga: Pemain Reog Terlempar Saat Helikopter TNI Terbang Rendah di Magetan
Di ruang tamu tidak ada meja kursi, hanya ada bekas sisa susanan batu dan sisa arang bekas pembakaran di lantai.
“Kadang masak di situ kalau hujan. Biasanya masak di depan pintu kalau tidak hujan,” imbuh dia.
Baca juga: Nostalgia Ganjar usai Bertemu Peternak Ayam Petelur di Magetan...
Di samping kiri rumah Mbah Semi, terdapat bekas reruntuhan dinding batu bata bangunan rumah lamanya yang sudah lama ambruk karena sudah tua.
Sebagian dindingnya digunakan sebagai dinding dapur yang kondisinya sangat mengkhawatirkan karena atap dapur tersebut juga sudah lapuk.
Sebagain gentingnya bahkan sudah berjatuhan.
Di ujung ruang, terdapat kamar mandi yang terlihat berantakan dengan kondisi lantai yang becek.
”Kalau mau ke belakang ada airnya itu baru saya isi kebetulan sanyo tetangga nyala. Kalau tidak nyala ya mencari air di rumah tetangga,” katanya.
Baca juga: Pungut Telur di Kandang Peternak Magetan, Ganjar Nostalgia Masa Lalu
Di meja kecil tampak tempat nasi yang di dalamnya berisi nasi dingin. Semi mengaku belum memasak karena tak memiliki uang untuk membeli beras.
“Itu nasi dikasih tetangga kemarin. Hari ini belum masak karena beras habis, mau ngutang ke toko di depan sana,” kata dia.
Sudah beberapa hari ini Mbah Semi mengaku melihat para tetangga menerima kertas kupon daftar sebagai penerima beras miskin 10 kilogram.
Bantuan itu akan diberikan dari bulan Januari hingga bulan Juni mendatang.
Sayangnya nama Mbah Semi tak tercantum di data Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) sebagai salah satu penerima beras bagi warga miskin.
“Tetangga sudah menerima kupon katanya mau dapat beras 10 kilogram. Nama saya juga tidak ada,” ucapnya lirih.
Baca juga: Tahanan Kasus Pencabulan Anak di Magetan Kabur Saat Menunggu Sidang, Sempat Dikira Pembesuk
Semi mengaku, namanya tak dimasukkan dari daftar penerima bantuan beras.
Selain bekerja sebagai pembuat kerupuk beras, dia juga mengharap bantuan tetangga untuk makan sehari-hari.
“Kadang kalau selamatan dikasih berkat, kalau tidak yang ngutang di toko yang ada di perempatan sana. Paling I kilogram itu isinya tiga kaleng bisa untuk makan beberapa hari,” katanya.
Kepala Desa Gebyog Suyanto mengaku sejumlah warganya yang renta dan hidup sebatang kara d idesanya justru tidak masuk sebagai penerima bantuan beras.
Suyanto mengaku sempat menanyakan permasalahan tersebut dalam musyawarah rencana pembangunan daerah beberapa waktu lalu, namun dengan acuan data dari pusat dia mengaku tak bisa berbuat apa-apa.
“Kami tidak terlibat dalam pendataan, data ini katanya dari pusat tapi saya pastikan yang digunakan ini data lama karena selain warga miskin tidak terdata, ada warga yang punya mobil dua malah masuk data penerima bantuan. Warga yang sudah meninggal juga masih ada datanya masuk sebagai penerima bantan beras,” katanya.
Baca juga: Atasi Kemiskinan, 72.568 Keluarga di Purworejo Dapat Bantuan 10 Kg Beras Per Bulan
Terkait Mbah Semi yang tidak menerima bantuan, Suyanto mengaku mengakomodasi melalui BLT Dana Desa, namun bantuan tersebut dilaksanakan secara bergiliran.
“Kita bantu melalui DD yang 25 persen, tetapi penerimanya bergantian menyesuaikan anggaran,” ucapnya.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Magetan Parminto Budi Utomo mengatakan dari hasil kroscek dengan pendamping, Mbah Semi telah menerima bantuan dari pemerintah berupa perbaikan rumah tidak layak huni. Dia juga disebut menerima bantuan program bunda kasih dari pemerintah daerah.
Program bunda kasih merupakan program bantuan pangan senilai Rp 300.000 yang dititipkan kepada sanak keluarga atau warung yang dekat dengan penerima bantuan yang diwujudkan dalam bentuk makanan, diberikan dua kali sehari.
“Mbah Semi memiliki keponakan yang bertanggung jawab dengan kehidupannya berada di satu wilayah beda RT. Sebenarnya Mbah Semi diminta tinggal di rumah keponakannya, namun tidak bersedia hanya malam hari saja dijemput," kata dia.
"Kadang jalan sendiri untuk tidur di rumah keponakan karena takut jika hujan rumah bocor dan ada ular. Bantuan BPNT sejak 2021 terhenti, tercover bunda kasih dan permakanan,” katanya.
Baca juga: Ziarah Makam Pendiri Pencak Silat Setia Hati, Ganjar: Mbah Soero Miliki Peran Besar bagi Bangsa
Dari laporan pendamping yang diterima Dinas Sosial, Mbah Semi bekerja bukan untuk memenuhi kebutuhan makan, tetapi untuk mengisi kegiatan sehari hari daripada menganggur.
“Mbah Semi sangat sehat untuk aktivitasnya membantu depan rumah di industri krupuk. Bukan untuk mencari makan tapi sebagai aktivitas biar tidak gabut bahasa keren nya,” ucapnya,
“Memang mengeluh tidak dapat bantuan beras, hanya kepengen kok tetangganya dapat tapi tidak, karena untuk makan dan kehidupan sangat tidak kekurangan,” pungkas Parminto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.