Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Karhutla Gunung Lawu, Mengapa Kebakaran Sulit Dipadamkan?

Kompas.com - 14/10/2023, 16:47 WIB
Rachmawati

Editor

"Pesawatnya (helikopter) ini kan dibagi, kalau di sini kondisinya buruk lari ke Jawa Timur. Kalau di sini kondisinya bagus langsung ditembakkan di sini," kata dia.

Proses pemadaman dengan water bombing itu memanfaatkan air di Embung Banyu Kuwung di Jenawi, Karanganyar.

Dalam sekali penerbangan, helikopter itu mampu mengangkut air sebanyak 1.000 liter untuk ditembakkan ke titik api di Gunung Lawu.

"Kalau untuk berapa jumlah air untuk memadamkannya itu tinggal kalikan saja, kemarin saja 22 kali. Kita berharap semoga saja hujan turun agar kebakaran lekas padam," sebutnya.

Baca juga: Kebakaran Gunung Lawu, Pemkab Karanganyar Tetapkan Status Tanggap Darurat, Pemadaman Akan Pakai Water Bombing

Apa berdampak langsung pada warga?

Juli memastikan kebakaran di Gunung Lawu tidak berdampak terhadap warga. Pasalnya titik lokasi kebakaran terletak di bagian atas Gunung Lawu dan jauh dari pemukiman.

Masyarakat, katanya, beraktivitas seperti biasa.

“Masyarakat tidak ada yang resah, berbondong-bondong ke mana-mana. Asap juga tidak mengganggu. Saya kira untuk masyarakat saat ini belum ada dampaknya," kata dia.

Bahkan aktivitas kunjungan wisatawan di Candi Cetho – salah satu destinasi wisata dan tempat beribadah bagi umat Hindu di kaki Gunung Lawu – juga tetap seperti biasa tidak terpengaruh adanya dampak kebakaran di Gunung Lawu.

"Di sini wisatawan juga tidak merasa terganggu. Setiap harinya juga banyak wisatawan," ucapnya.

Baca juga: Komandan Satgas: 3 Kali Water Bombing di Gunung Lawu Efeknya Belum Maksimal

Salah satu wisatawan asal Ponorogo, Nova mengaku tidak mengetahui jika terjadi kebakaran di Gunung Lawu. Bahkan, saat mengunjungi Candi Cetho, tampak tak ada dampak kebakaran di kawasan tersebut.

"Sampai sini baru tahu, oh ada kebakaran. Kalau saya lihat dari bawah nggak begitu kelihatan asapnya karena lebih kayak kabut gitu," kata dia.

Bagaimana antisipasi ke depan?

Peneliti dari Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Suryanto mengatakan untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan di Gunung Lawu harus dilakukan isolasi untuk menghindari terjadinya kebakaran yang lebih luas.

Suryanto menegaskan, ke depan harus dilakukan jalur evakuasi untuk memutus jalur kebakaran.

"Artinya beberapa titik yang diperkirakan ada titik apinya itu, maka di wilayah-wilayah sekitarnya yang sekiranya bisa dilakukan clearance atau bisa dibersihkan supaya bisa terisolasi dengan titik api.

"Saya rasa bisa mengurangi risiko kebakaran yang lebih luas," kata dia.

Selain itu, Suryanto juga meminta pihak pemerintah untuk melakukan pemetaan titik-titik lokasi rawan kebakaran di Gunung Lawu.

Baca juga: Komandan Satgas: 3 Kali Water Bombing di Gunung Lawu Efeknya Belum Maksimal

Dari pemetaan tersebut akan diketahui jalur-jalur mana saja yang bisa dilakukan agar kebakaran tersebut tidak menyebar lebih luas.

"Pihak pemerintah harus sudah punya road map atau peta jalur isolasi jika terjadi kebakaran. Entah itu dibuat dengan alat berat atau dengan kearifan lokal masyarakat. Menurut saya pemetaan itu penting," jelasnya.

Sedangkan untuk mencegah faktor manusia sebagai penyebab kebakaran hutan di Gunung Lawu, ia meminta pemerintah untuk melakukan sosialisasi terkait pemahaman perubahan iklim yang lebih masif di kalangan masyarakat sekitar Gunung Lawu.

"Mereka bakar-bakar sampah juga masih tetap [dilakukan]. Sekarang mungkin tidak ada masalah tapi kalau tidak iantisipasi hal-hal seperti ini ke depan bisa menjadi masalah," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com