Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Karhutla Gunung Lawu, Mengapa Kebakaran Sulit Dipadamkan?

Kompas.com, 14 Oktober 2023, 16:47 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Gunung Lawu kini meluas hingga ke kawasan Gunung Lawu yang terletak di Jawa Tengah dan menghanguskan vegetasi di kawasan gunung tersebut.

Sekitar 12 hari setelah kebakaran melanda kawasan hutan Gunung Lawu pada Minggu (01/10), menyisakan titik api besar yang terletak di medan yang sulit dan curam. Faktor cuaca dan arah angin mempersulit pemadaman kebakaran.

Hingga Kamis (12/10) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) belum bisa memastikan apakah kebakaran di Gunung Lawu sudah padam lantaran sejak pagi kabut tebal menghalangi pemantauan titik api dari lereng gunung.

Cuaca buruk juga membuat pemadaman dengan water bombing tidak bisa dilakukan.

Baca juga: Khofifah Sebut hingga Selasa Ada 5 Kali Water Bombing untuk Padamkan Kebakaran Lawu

Hingga Rabu (11/10), hutan dan lahan seluas 180 hektare di Gunung Lawu yang terletak di Karanganyar, Jawa Tengah, hangus terbakar. Secara keseluruhan, sekitar 2.000 hektare hutan di Gunung Lawu yang berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur, hangus terbakar.

Pakar menegaskan perlunya pemetaan titik-titik lokasi rawan kebakaran dan sosialisasi terkait pemahaman perubahan iklim kepada masyarakat sekitar Gunung Lawu.

"Mereka bakar-bakar sampah juga masih tetap [dilakukan]. Sekarang mungkin tidak ada masalah tapi kalau tidak antisipasi hal-hal seperti ini ke depan bisa menjadi masalah," ujar dia.

Berikut ini adalah sejumlah yang perlu Anda ketahi tentang kebakaran di Gunung Lawu.

Baca juga: Fokus Water Bombing, Pemadaman Manual Kebakaran Gunung Lawu di Karanganyar Dihentikan

Apa penyebab kebakaran di Gunung Lawu?

Kepala Pemangkuan Kesatuan Hutan Perhutani Surakarta, Herri Merkussiyanto Putro, mengatakan kebakaran yang terjadi di hutan Gunung Lawu merupakan hasil penyebaran kebakaran-kebakaran yang terjadi di Gunung Lawu wilayah Jawa Timur.

"Awalnya dari rambatan karena kita tahu di sebelah juga terbakar pada hari Sabtu," kata Herri kepada wartawan di Solo, Fajar Sodiq, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia saat dihubungi pada Selasa (10/10).

"Kita sudah antisipasi (kebakaran) tapi namanya memang kondisi angin dan tempat akhirnya masuk Jawa Tengah juga," ujarnya kemudian.

Herri menduga kebakaran tersebut memang karena faktor cuaca dan bukan karena ulah manusia.

Pasalnya, jalur pendakian di Gunung Lawu juga sudah ditutup sejak Sabtu (09/09) lalu setelah kebakaran yang terjadi Gunung Bromo, imbas dari api yang dipicu dari suar atau flare saat proses foto pra-nikah.

"Kita sebetulnya dalam kondisi siaga dari api mana pun, tapi kalau aktivitas dari pendaki atau pun manusia itu kemarin sudah kita tutup (jalur pendakian). Kemudian kalau di ketinggian tersebut jelas tidak ada kegiatan peladangan di atas," ujar dia.

Baca juga: [KLARIFIKASI] Tidak Benar Warung Mbok Yem di Gunung Lawu Terbakar

Karhutla yang terjadi di Gunung Lawu itu terjadi di Kawasan Hargo Tiling dan Hargo Puruso. Adapun jumlah luas hutan yang terbakar, dikatakan Herri terus meluas dari hari ke hari.

"Luas hutan yang terbakar masuk Petak 63 A1 dan 63 A2 pada Senin lalu mencapai 170 hektare. Tapi pada Rabu pagi ini luas terbakar bertambah menjadi 180 hektare," sebut Herry saat dimintai perkembangan data terbaru luas kebakaran hutan di Gunung Lawu pada Rabu (11/10).

Apa dampak kebakaran di Gunung Lawu?

Kebakaran Gunung Lawu di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah (Jateng) mencapai 100 hektar. Puluhan umat Hindu mengelar doa bersam di Pelataran Candi Cetho, Kecamatan Jenawi, pada Kamis (5/10/2023).KOMPAS.COM/Fristin Intan Sulistyowati Kebakaran Gunung Lawu di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah (Jateng) mencapai 100 hektar. Puluhan umat Hindu mengelar doa bersam di Pelataran Candi Cetho, Kecamatan Jenawi, pada Kamis (5/10/2023).
Herri menambahkan, dampak kebakaran yang terjadi di hutan Gunung Lawu menyebabkan sejumlah tanaman yang menjadi pakan satwa di kawasan hutan tersebut hangus terbakar.

Selain itu dampak kebakaran juga menyebabkan terbukanya vegetasi, yang berpotensi mengurangi resapan air dan mengakibatkan banjir bandang atau longsor jika cuaca buruk.

"Yang tadinya vegetasi tertutup sekarang terbuka. Terus nanti ada resapan air yang mungkin tidak terproses dengan sempurna," kata dia.

Dampak kebakaran yang terjadi sejak Minggu (01/10) lalu itu juga menyebabkan suplai air untuk warga yang tinggal di lereng Gunung Lawu, tepatnya di sekitar kawasan Candi Cetho di Desa Gumeng, Karanganyar, ikut terdampak.

Salah satu warga yang bernama Sangadi mengungkapkan sejumlah warga yang tinggal di kawasan tersebut menggantungkan kebutuhan air dari sumber mata air Sendang Macan.

Baca juga: Lahan di Gunung Lawu Terbakar, Umat Hindu Candi Cetho Karanganyar Gelar Doa Bersama

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau