Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Biarawati NTT Kuliah di Universitas NU, Jadi Terkenal dan Banyak Teman

Kompas.com, 29 September 2023, 14:30 WIB
Andhi Dwi Setiawan,
Farid Assifa

Tim Redaksi

SURABAYA, KOMPAS.com - Seorang biarawati asal Nusa Tenggara Timur (NTT), Margaretha Kolo (29) berhasil menuntaskan studinya di kampus Islam, Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa).

Perempuan yang akrab disapa Eta itu mengatakan, sedari awal memang berencana berkuliah dengan mengambil prodi Ilmu Gizi di Surabaya pada 2019 silam. Dia pun mengunjungi kampus yang memiliki jurusan itu.

"Pertama kali tiba di Surabaya, itu umur 25 tahun, karena harus mengikuti pendidikan jadi biarawati dulu," kata Eta, ketika dihubungi melalui telepon, Jumat (29/9/2023).

Baca juga: Merajut Toleransi, Biarawati Ikut Ramaikan Pasar Ramadhan Samirono Sleman

Eta sebenarnya sudah mendaftarkan diri ke salah satu perguruan tinggi swasta, namun mengurungkan niatnya. Akhirnya, dia kembali mencari kampus lain yang memiliki prodi serupa.

"Saya coba keliling ke kampus itu, tapi hati saya tidak tertarik, padahal sudah membayar pendaftaran. Akhirnya diberi saran teman ada kampus lain, tapi Islam, tapi NU kok kata dia," jelasnya.

Akhirnya, Eta bersama temannya dengan mengenakan seragam biarawati memutuskan untuk mendatangi kampus Unusa di Jalan Raya Jemursari. Sejumlah orang di sana pun sempat bertanya-tanya.

"Mungkin orang di Unusa jarang didatangi biarawati, jadi orang pada melihat ke kita, tapi tetap beranikan diri masuk. Tapi saya berharap diterima," ucapnya.

Ketika itu, kata Eta, salah satu petugas kampus di loket pendaftaran mahasiswa baru bertanya mana orang yang mau berkuliah. Selain itu, karyawan itu juga menanyakan keyakinanya untuk berkuliah.

"Saya jawab kalau saya yang mau mendaftar berkuliah, mbaknya penasaran apakah setiap hari pakai baju ini (biarawati), ya saya jawab kami memang diwajibkan pakai pakaian ini," ujar dia.

Tak butuh waktu lama, perempuan yang sebelumnya tinggal di gereja katolik Palangkaraya, Kalimantan Tengah, itu langsung diterima oleh pihak kampus untuk berkuliah.

Proses perkuliahan

Eta mengungkapkan kesulitan pertamanya saat mulai kuliah di kampus Unusa bagi mahasiswa baru. Sebab, ketika itu seluruh mahasiswa perempuan diwajibkan mengenakan baju putih dan kerudung.

"Karena saya tidak bisa mengenakan pakaian mereka, akhirnya saya melepas jubah saya dan menggantinya pakai baju putih celana hitam," katanya.

Selama PPKMB, Eta sama sekali tak menemukan hambatan bersosialisasi bersama mahasiswa baru lainya. Bahkan, dia memiliki banyak teman selama masa pengenalan kampus tersebut.

"Ketika itu saya hanya kenalan sebagai mahasiwa dari NTT, belum terlalu cerita soal latar belakang (biarawati), kita akrab saling menyapa. Ketika itu sudah merasa diterima dari awal," jelasnya.

Nama Eta pun semakin terkenal di kalangan mahasiswa selama menjalani perkuliahan di Unusa. Sebab, mayoritas warga kampus akhirnya mengetahui latar belakangnya sebagai biarawati.

"Banyak yang tiba-tiba menyapa, Kak Eta ya, yang biarawati itu, saya jawab iya. Banyak teman-teman yang penasaran dengan latar belakang saya," ucapnya.

Baca juga: Simbol Toleransi Beragama Ada di Perbatasan Indonesia-Papua Nugini

Eta mengungkapkan, sempat mengikuti mata perkuliahan agama Islam selama menempuh pendidikan di Unusa. Namun, dia diberi keistimewaan untuk mempelajari dari permukaannya saja.

"Saya mengikuti itu. Tapi kalau teman-teman harus menulis bahasa Arab, praktik shalat itu harus benar, sedangkan saya tugasnya menulis ayat (Al Quran) tapi dalam bahasa Indonesianya," ujar dia.

Selama berkuliah, Eta mengaku memetik banyak sekali pelajaran di luar mata perkuliahan. Seperti, bagaimana ajaran agama Islam yang baik, serta menempatkan diri sebagai minoritas.

"Untuk teman-teman minoritas jangan ragu untuk masuk ke dunia orang mayoritas. Kalau kamu mengayomi orang lain, orang lain akan mengayomi kamu," tutupnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau