Kepala SMA Bina Insan Mandiri Baron, Wijaya Kurnia Santoso menjelakan, ada beberapa hal yang melatarbelakangi pengembangan prototipe kincir angin ini. Salah satunya untuk mengedukasi Energi Baru Terbarukan (EBT) ke kalangan siswa.
Menurut Wijaya, isu mengenai EBT ke depan sangat penting. Apalagi manusia tidak akan bisa terus bergantung dengan energi yang bersumber dari fosil seperti minyak bumi dan batu bara.
“Kita tidak bisa terus-menerus bergantung pada energi fosil, harus ada energi terbarukan. Nah, salah satu potensi yang dimiliki oleh Nganjuk adalah angin,” jelasnya.
Baca juga: PLTB Sidrap, Kincir Angin Raksasa yang Memanen Energi untuk Menerangi Sulawesi
“Maka, dengan dasar itulah kita ingin mengembangkan bagaimana potensi yang ada di Nganjuk ini bisa maksimal. Salah satunya adalah kita ingin mengembangkan bagaimana pembangkit listrik tenaga angin itu,” lanjutnya.
Kendati memiliki potensi EBT berupa angin yang luar biasa, nyatanya belum ada satu pun Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Nganjuk. Hal ini patut disesalkan, padahal EBT ini sangat ramah lingkungan.
Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Nganjuk, Tatit Heru Tjahjono menyebut, pengembangan EBT di Nganjuk tidak mudah. Pertama karena keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM), dan kedua pengembangan EBT membutuhkan biaya yang besar.
Oleh karenanya, diperlukan andil dari pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Kalau mengandalkan dari sini (Nganjuk) saja, dari sisi tenaganya kita juga kurang, dari sisi biaya mungkin juga perlu riset-riset, itukan juga perlu biaya yang lumayan besar,” papar Tatit.
Kendala berikutnya yang disinggung Tatit yakni berkaitan dengan faktor karakteristik angin di Nganjuk.
“Angin kita (Nganjuk) itu musiman. Kalau sekarang (kemarau) ini kan musim angin. Waktu musim penghujan itu kan anginnya tidak begitu kencang,” kata dia.