Salin Artikel

Kembangkan EBT, Siswa di Nganjuk Ubah Barang Bekas Jadi Kincir Angin Pembangkit Listrik

NGANJUK, KOMPAS.com – Empat siswa tengah sibuk merakit kincir angin di atap dak beton Gedung Laboratorium Sekolah Menengah Atas (SMA) Bina Insan Mandiri, Baron, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Sabtu (19/8/2023) siang.

Keempat siswa itu yakni Muhammad Hanif (18), Hernanda Zakki Nur Azhar (18), Muhammad Rizki Raihan Amin (17), dan Jaysi Zulfikar Biamrillah (18). Keempatnya merupakan siswa kelas 12 SMA Bina Insan Mandiri Baron.

Kincir angin yang tengah mereka rakit tampak sederhana. Penyangga kincir hanya berupa potongan bambu yang tingginya kurang lebih dua sampai tiga meter.

Lalu, baling-baling kincir hanya berupa potongan pipa polyvinyl chloride (PVC). Sementara rangka utama kincir memakai tripleks. Pipa PVC dan tripleks yang dipakai pun merupakan barang bekas sisa proyek pembangunan gedung sekolah.

Meski tampak sederhana, kincir angin rakitan siswa SMA Bina Insan Mandiri Baron ini bisa berputar dengan kencang.

Putaran kincir angin itu lantas dimanfaatkan untuk menjalankan generator atau dinamo, guna menghasilkan energi listrik.

Ketua Tim Perakit Kincir Angin, Muhammad Hanif (18) menjelaskan, kincir yang mereka rakit sebenarnya baru sebatas proyek prototipe, yang secara intensif mulai dikerjakan sejak bulan Desember 2022.

“Sebenarnya sudah dimulai beberapa bulan sebelum Desember (2022), tapi yang resminya memang mulai bulan Desember itu,” jelas Hanif kepada Kompas.com, Sabtu (19/8/2023).

Hanif mengaku belajar merakit kincir angin secara otodidak, memanfaatkan informasi yang tersedia di mesin pencarian dan berbagai platform media sosial.

Kendati demikian, Hanif dan kolega tetap mendapat bimbingan secara langsung dari guru pembimbing proyek prototipe kincir angin, yakni Fatmawati.

“Kami belajar dari Google, otodidak,” kata dia.

“Untuk satu kuncir biayanya mungkin enggak sampai Rp 200.000, tapi itu tanpa dinamo dan aki,” beber Hanif.

Bikin 8 Prototipe Kincir

Sejauh ini, Hanif dan kolega di SMA Bina Insan Mandiri Baron telah membuat delapan prototipe kincir angin. Masing-masing prototipe dikerjakan oleh satu tim yang terdiri dari 12 siswa.
Kedelapan prototipe kincir angin itu digarap Hanif bersama tim selama enam bulan terakhir ini.

“Saya diminta (pihak sekolah) untuk mengajarkan ke sebanyak mungkin anak-anak di sini (cara merakit kincir angin). Jadi satu proyek prototipe itu kira-kira 12 orang,” sebutnya.

Adapun delapan prototipe kincir angin garapan Hanif dan tim antara satu dengan yang lain berbeda ukuran. Ada prototipe yang panjang baling-balingnya satu meter, namun juga ada yang hanya 60 sentimeter.

“Tapi rata-rata satu meteran tiap satu bilah baling-baling,” bebernya.

Berdasarkan uji coba yang pernah dilakukan Hanif, satu prototipe kincir angin garapannya dapat menghasilkan listrik 40 volt dengan 0,08 ampere.

“Kalau angka tertinggi pernah 12 volt, bisa menghasilkan 0,5 ampere,” tuturnya.

Sering patah

Sebelum memanfaatkan pipa PVC bekas sebagai baling-baling kincir, Hanif pernah mencoba memakai baling-baling plastik. Namun, karena kencangnya angin di Nganjuk, baling-baling plastik itu akhirnya patah.

Hanif lantas berinisiatif memanfaatkan pipa PVC bekas untuk baling-baling kincir. Upaya remaja asal Kota Surabaya ini mulai membuahkan hasil, hanya saja pipa PVC bekas itu tak bisa bertahan lama.

Sebab, kecepatan angin di Nganjuk tidak stabil. Pada momen tertentu kecepatan angin di wilayah ini tak begitu kencang, namun pada musim kemarau seperti saat ini, embusan anginnya sangat terasa.

Merujuk data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kecepatan angin di Nganjuk berkisar antara 10 kilometer per jam hingga 30 kilometer per jam.

Hal itulah juga yang membuat Nganjuk kerap dijuluki Kota Bayu atau Kota Angin.

“Karena angin yang begitu kencang beberapa prototipe itu enggak tahan sampai lebih dari satu bulan,” ungkapnya.

Menurut Wijaya, isu mengenai EBT ke depan sangat penting. Apalagi manusia tidak akan bisa terus bergantung dengan energi yang bersumber dari fosil seperti minyak bumi dan batu bara.

“Kita tidak bisa terus-menerus bergantung pada energi fosil, harus ada energi terbarukan. Nah, salah satu potensi yang dimiliki oleh Nganjuk adalah angin,” jelasnya.

“Maka, dengan dasar itulah kita ingin mengembangkan bagaimana potensi yang ada di Nganjuk ini bisa maksimal. Salah satunya adalah kita ingin mengembangkan bagaimana pembangkit listrik tenaga angin itu,” lanjutnya.

Kendati memiliki potensi EBT berupa angin yang luar biasa, nyatanya belum ada satu pun Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Nganjuk. Hal ini patut disesalkan, padahal EBT ini sangat ramah lingkungan.

Perlu andil pemerintah pusat

Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Nganjuk, Tatit Heru Tjahjono menyebut, pengembangan EBT di Nganjuk tidak mudah. Pertama karena keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM), dan kedua pengembangan EBT membutuhkan biaya yang besar.

Oleh karenanya, diperlukan andil dari pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Kalau mengandalkan dari sini (Nganjuk) saja, dari sisi tenaganya kita juga kurang, dari sisi biaya mungkin juga perlu riset-riset, itukan juga perlu biaya yang lumayan besar,” papar Tatit.

Kendala berikutnya yang disinggung Tatit yakni berkaitan dengan faktor karakteristik angin di Nganjuk.

“Angin kita (Nganjuk) itu musiman. Kalau sekarang (kemarau) ini kan musim angin. Waktu musim penghujan itu kan anginnya tidak begitu kencang,” kata dia.

Buktinya, kata Kang Marhaen, sapaan akrabnya, pada akhir 2022 sempat berkunjung salah satu perusahaan energi asal China ke Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nganjuk.

Perusahaan energi asal China tersebut berkunjung setelah mendapat rekomendasi dari pihak Kementerian ESDM.

“Akhir tahun lalu kita ada tamu dari China untuk mengembangkan energi baru yang terbarukan. Intinya mau bikin semacan turbin,” ungkap Kang Marhaen.

“Beliau-beliau itu awalnya datang ke Kementerian ESDM. Sama kementerian itu direkomendasikan ke Nganjuk, kita terima. Terus kemudian dilakukan survei untuk pembangkit listrik tenaga angin,” sambungnya.

Menurut Kang Marhaen, potensi EBT angin yang ada di Nganjuk masih dalam kajian pihak-pihak terkait.

“Masih tahap dikaji, memang yang merekomendasi ya dari Kementerian ESDM untuk ke Nganjuk, karena Nganjuk Kota Angin,” pungkas Kang Marhaen.

https://surabaya.kompas.com/read/2023/08/19/201743478/kembangkan-ebt-siswa-di-nganjuk-ubah-barang-bekas-jadi-kincir-angin

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke