"Jadi Divisi India Kelima mendarat di Surabaya di bawah Mayor Jenderal Robert Mansergh, dan di dalamnya terdapat divisi India berisi 6.000 orang lengkap dengan dukungan Angkatan Udara dan Angkatan Laut," kata Profesor Carey.
Namun, pasukan Inggris tak menyangka sekitar 600 tentara India akhirnya membelot dan memilih untuk berjuang bersama para pejuang kemerdekaan Indonesia guna memerangi Belanda dan Inggris.
"Divisi India Kelima menerima perintah dari Mansergh untuk menindas keras orang-orang Indonesia yang berjuang untuk kemerdekaan mereka.
"Orang-orang India berkata, 'mengapa kita susah-susah berjuang untuk Inggris ketika kita sendiri menginginkan kemerdekaan dari Inggris?' " jelas Profesor Carey.
Selain semangat nasionalisme yang menyatukan mereka, faktor lain yang memicu kerja sama tak terduga antara sejumlah prajurit India dan pejuang kemerdekaan Indonesia adalah kesamaan agama.
Baca juga: Soekarno di Dalam Penjara Banceuy Bandung
Di tengah pertempuran, terdengar seruan "Allah-u-Akbar" dari pasukan dan warga sipil Indonesia yang membuat sejumlah prajurit India beragama Islam sadar bahwa mereka diminta untuk melawan orang-orang seagama.
Lebih lanjut, berdasarkan buku The Role of Pakistan During the Indonesia Struggle tulisan Zahir Khan yang diterbitkan pada 2004 lalu, tertulis bahwa komandan Divisi 32 Brigade 1, Ghulam Ali, dan tentara Muslim lainnya membagikan pakaian serta beras, gula, garam dan kebutuhan pokok lainnya kepada rakyat Indonesia di Surabaya.
Meski demikian, Profesor Peter Carey berargumen bahwa pembelotan ratusan prajurit India dalam Pertempuran Surabaya lebih berkaitan dengan rasa nasionalisme daripada agama.
"Itu bukan hanya faktor agama. Itu lebih merupakan faktor nasionalis yang jauh lebih penting dan disertai semangat anti-kolonialisme."
Pertempuran Surabaya menimbulkan ribuan korban jiwa. Sebanyak 27.000 orang tewas - sebagian besar dari mereka merupakan perempuan dan anak-anak. Pada akhirnya, 600 tentara India yang membelot kemudian menyusut dan menyisakan 75 tentara.
Profesor Carey mengatakan Inggris kehilangan sekitar 800 tentara dan bahwa itu merupakan "pertarungan yang sangat sengit".
Baca juga: Soekarno di Dalam Penjara Banceuy Bandung
Dalam buku berjudul Jejak Revolusi 1945, Sebuah Kesaksian Sejarah yang ditulis oleh PRS Mani, seorang perwira India di Angkatan Darat Inggris yang belakangan menjadi koresponden asing untuk Free Press Journal of Bombay, ia menceritakan momen ketika seorang tentara Rajput asal India yang pernah diterjunkan ke Burma malah berada di ambang kematian ketika dikirim ke Surabaya.
"Seorang Rajput pahlawan di Burma yang sedang berbaring menghadapi maut dengan peluru tentara Indonesia di jantungnya bertanya kepada saya, 'Pak, mengapa kami harus mati untuk Belanda?'" tulis Mani (hlm. 107, 1989).
Dalam catatannya (p. 92-108), Mani mengatakan pasukan India yang membelot dihormati oleh para pemuda Indonesia yang berjuang bersama mereka.
Mani kemudian menulis bahwa ada tekanan nasional dari tokoh India, Jawaharlal Nehru, yang mendesak agar pasukan Inggris segera menarik kembali tentara India dari Indonesia dan mengirim mereka pulang.
Akhirnya, permohonan mereka dikabulkan ketika Angkatan Darat Inggris menarik diri 20 November 1945. Pasukan India secara bertahap dikirim kembali ke negeri asal mereka, kali ini mereka bersiap-siap untuk memperjuangkan kemerdekaan mereka sendiri.
Baca juga: Mengenal Cindy Adams, Penulis Buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat
Setelah perang berakhir, pemerintah Indonesia menganugerahi mereka dengan penghargaan tertinggi negara.
Beberapa prajurit terkenal yang ikut serta selama Pertempuran Surabaya termasuk Mayor Zia ul-Haq, yang kelak menjadi Presiden Pakistan.