Salah satu keluarga korban, Isatus Saadah (25), kakak dari korban tragedi Kanjuruhan asal Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, Wildan Ramadhani (16) mengatakan harapannya agar tidak merenovasi Stadion Kanjuruhan, supaya kenangan atas tragedi itu tetap diingat oleh semua orang.
"Biar keturunan kita tahu, bahwa pernah terjadi tragedi maut di dunia persepakbolaan Indonesia," ungkapnya saat ditemui, Sabtu (3/6/2023) lalu.
Salah satu keluarga korban lain, Rini Hanifah (37), ibu salah satu korban Tragedi Kanjuruhan, Agus Riansyah (20) mengungkapkan bahwa Stadion Kanjuruhan itu adalah saksi atas peristiwa itu, sementara ia menilai tidak ada keadilan bagi para korban yang tewas.
"Kalau dibongkar, bagaimana nasib anak-anak kami, yang telah mendukung klub Arema ini, sementara tidak ada keadilan bagi mereka," jelasnya.
Ia berharap, ke depan masih ada keadilan kepada para korban. Sebab, kedatangannya untuk menonton Arema saat itu, hingga tewas akibat kerusuhan bukan untuk melakukan tindakan kriminal, namun bertujuan untuk mencari hiburan dan mendukung Arema FC.
"Kenapa langsung dibantai? Apa salah mereka?" tegasnya.
Aspirasi penolakan renovasi Stadion Kanjuruhan terus dilanjutkan hingga mengajukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Malang, di Gedung DPRD Kabupaten Malang, Kecamatan Kepanjen, Rabu (12/7/2023).
Kepada anggota DPRD Kabupaten Malang Komisi III mereka menyampaikan penolakan pembongkaran Stadion Kanjuruhan, karena porses hukum atas tragedi maut 1 Oktober itu dianggap belum memberikan rasa keadilan bagi mereka.
Salah satu ayah dari salah satu 135 korban, Bambang Rismoyo menyebut nasib keluarga korban selama sembilan bulan ini masih terkatung-katung tanpa kejelasan.
Lantaran, baginya, proses hukum yang berjalan belum memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban.
Baca juga: Komnas Perempuan dan KPAI Diminta Proaktif dalam Pemulihan Hak Korban Tragedi Kanjuruhan
Warga Kecamatan Turen itu menyebutkan, pada dasarnya ia telah ikhlas dan merelakan kepergian anaknya, almarhum Putri Lestari. Namun, ia mengaku tetap akan berjuang untuk memastikan rasa keadilan atas kematian anaknya.
"Stadion Kanjuruhan itu adalah alat bukti, dan belum dijamah sama sekali untuk penegakan hukum, itu alat bukti, kok direnovasi," ujarnya.
Sementara itu, Isatus Saadah, kakak dari korban tragedi Kanjuruhan asal Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, Wildan Ramadhani (16) menyebut sebenarnya tidak keberatan bila ada renovasi Stadion Kanjuruhan.
Hanya saja, ia meminta renovasi itu dilakukan setelah proses hukum seluruhnya selesai dan keluarga korban mendapat keadilan.
Sisa poster yang masih tertempel hingga 6 bulan pasca Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober lalu yang menelan 135 korban jiwa dan 500an korban luka-luka akibat gas air mata usai pertandingan pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 yang berakhir dengan skor 2-3 di Gate 13 Stadion Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang, Sabtu (1/3/2023) sore.Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Malang, Titik Yunarni, komisi yang membidangi pembangunan infrastruktur mengatakan hanya menampung dan akan berusaha menjembatani aspirasi dari keluarga korban ke pejabat eksekutif.
"Kewenangan dan penganggaran bukan dari Pemerintah Kabupaten Malang, tapi dari pemerintah pusat. Kami tidak punya hak untuk memberhentikan, intinya di sana. Anggarannya dari kementrian langsung akan kami komunikasikan dengan dirjen kementerian terkait," jelasnya.
Baca juga: Pasca-sidang Vonis Tragedi Kanjuruhan, Spanduk Ajakan Golput Membentang di Kota Malang
Tutik menyebut, secara pribadi dan mewakili legislatif ia mengaku mendukung upaya penundaan renovasi Stadion Kanjuruhan, sampai para keluarga korban mendapat keadilan hukum.
"Salah satu alat bukti TKP-nya Stadion Kanjuruhan, untuk menuntaskan itu tidak boleh dirubah sebelum seluruh bukti TKP itu benar-benar dimanfaatkan sebagaimana mestinya dari barang bukti TKP," tukasnya.