"Dia duduknya lebih sering di belakang, tapi kalau berdiskusi, terlihat pemikiranya lebih di depan," tambah perempuan yang saat ini menginjak usia 66 tahun tersebut.
Selain itu, Lies sempat merasakan seberapa menyenangkanya berbincang dengan Bimo, yakni ketika berdiskusi perihal Kartu Rencana Studi (KRS).
"Saat 1998 situasi chaos, sempat kaget dapat informasi dari mahasiswa, enggak menyangka kalau Bimo menjadi salah satu korban yang hilang," jelasnya.
Saat ini, perempuan yang masih mengajar mata kuliah Public Relation Unair tersebut hanya bisa berharap, agar kampusnya menghargai perjuangan anak didiknya pada masa reformasi.
Baca juga: Komnas Perempuan: Sepantasnya Kita Hapus Stigma Penjarah untuk Korban Kerusuhan 1998
"Saya bangga pada Bimo, dulu siapa yang berani berbeda dengan pemerintah. Harapan saya ada pengakuan pemerintah kepada para korban bahwa mereka adalah pejuang reformasi," kata dia.
Dosen Departemen Politik FISIP Unair, Airlangga Pribadi Kusman mengatakan, gerakan Herman dan Bimo merupakan penanda, bergantinya periode perlawanan mahasiswa.
Dalam hal ini, kata Airlangga, pergerakan Hendra dan Bimo yang ketika itu tergabung dalam SMID serta PRD selama Orde Baru, bersifat sangat penting.
"Mereka mengusung secara konkret dan jelas, pentingnya demokrasi untuk Indonesia," kata Airlangga.
Selain itu, Hendra dan Bimo, melalui gerakan politiknya, mampu membongkar sistem pemerintahan berlandaskan ideologi otoriterianisme yang ketika itu digunakan oleh Presiden Soeharto.
"(Herman dan Bimo membongkar) sistem multipartai yang pura-pura, dan menyuarakan kebebasan berpendapat, organisasi dan perjuangan demokrasi ekonomi sebagai arah politik mereka," jelasnya.
Lulusan S3 Murdoch University Australia tersebut juga menilai, Hendra dan Bimo turut andil dalam menajamkan gerakan moral yang dilakukan oleh para mahasiswa pada periode itu.
Kelompok yang dibangun oleh keduanya, juga menyadarkan para mahasiswa kala itu untuk bersatu dengan gerakan rakyat. Sebab, kalangan tersebut pada masa sebelumnya, menyatakan terpisah dari bagian masyarakat.
Baca juga: Kilas Balik 25 Tahun Reformasi, Potret Mahasiswa Kuasai Gedung DPR RI
Meskipun Hendra dan Bimo masih belum ditemukan, mereka dianggap tetap memberikan kontribusinya.
Yakni mengingatkan permasalahan mendasar yang belum diselesaikan oleh negara.
"Dalam konteks pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Selama 25 tahun tidak ada kejelasan, dan fakta kebenaranya belum muncul," jelasnya.
Pria 46 tahun itu menyebutkan, tidak adanya kejelasan komitmen untuk menyelesaikan pelanggaran tersebut, berdampak pada perlindungan HAM yang seolah berjalan di tempat.
Menurut Airlangga, seharusnya negara memberikan kejelasan terkit nasib Hendra dan Bimo saat ini.
Baca juga: Pemerintah Diharapkan Seret Pelaku Kekerasan Seksual Kerusuhan 1998 ke Pengadilan
Namun, hingga sekarang perkara tersebut juga belum menemui titik kejelasan dari pemerintah.
"Kalau hidup disembunyikan di mana? Kok enggak pernah ada kabarnya, kalau wafat makamnya di mana? Siapa yang bertanggung jawab atas menghilangnya mereka. Bantuan-bantuan dari pemerintah (dalam bentuk santunan) juga saya rasa tidak ada," kata Airlangga.
Mantan mahasiswa Unair tahun 1996 tersebut, juga sempat membantu kawan Hendra dan Bimo agar pihak kampus membuat pengingat untuk kedua korban 1998.
Pengingat tersebut, kata Arilangga, dalam bentuk tugu monumen atau ruang kelas yang diberi nama Hendra dan Bimo, serta mulai diwacanakan sejak 2003 silam.
Baca juga: Han dan Kisah-kisah Pilu Saksi Kerusuhan Jakarta Mei 1998: Saat Penjarahan hingga Pembakaran Melanda
"Tapi pihak kampus sendiri masih tidak ada menemui kejelasan, masih tidak melihat hal itu sesuatu apresiasi yang penting bagi kampus terhadap mahasiswa itu," ucapnya.
Padahal, menurut dia, segala bentuk monumen bagi Hendra dan Bimo dapat membantu mahasiswa sekarang, untuk mengingat tentang sulitnya memperjuangkan demokrasi.
"Dibutuhkan pengakuan atas perjuangan mereka, terutama kampus sendiri, karena Herman dan Bimo memiliki peran yang signifikan bagi perjuangan demokrasi pada Orde Baru," tutupnya.
Sumber: Kontributor Surabaya, Andhi Dwi Setiawan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.