Ternyata, Herman ke Surabaya bertujuan mengajak Dandik kembali aktif dalam berorganisasi.
Namun, dia menolak dengan alasan ingin menyelesaikan perkuliahan yang sudah satu semester terbengkalai.
Singkat cerita, Indonesia turut mengalami krisis moneter yang ketika itu juga melanda dunia, sekitar September 1997. Peristiwa tersebut kembali memicu aksi demonstrasi mahasiswa.
Akan tetapi, MPR kembali melantik Soeharto menjadi Presiden RI untuk ketujuh kalinya, pada 11 Maret 1998. Dia berpasangan dengan Bacharuddin Jusuf Habibie yang menjabat sebagai wakil.
Merespons hal itu, Herman bersama aktivis Jakarta lainya membuat konferensi pers di bawah nama Komite Nasional Perjuangan Demokrasi (KNPD), di Kantor YLBHI, pada 12 Maret 1998.
"Herman dan beberapa teman diculik, setelah keluar dari kantor YLBHI, di sekitar Jalan Diponegoro. Sejak saat itu Herman dikatakan hilang, karena komunikasinya terputus," ujar dia.
Setelah mengisap rokok di tangannya, Dandik pun melanjutkan cerita perkenalannya dengan aktivis 1998 lain yang merupakan adik tingkatnya, Petrus Bima Anugerah.
Keduanya bertemu dalam masa pengenalan kampus tahun 1993.
"Aku manggilnya Bimo (panggilan Petrus Bima), Mahasiswa Ilmu Komunikasi Unair, 1993," kata pria yang sebagian rambutnya sudah mulai memutih itu.
Dandik mulai berkawan dengan Bimo saat mengikuti Komite Solidaritas Mahasiswa (KSM) Unair. Dalam organisasi itu, keduanya mulai sering bertukar pikiran terkait pergerakan.
"Secara personal Bimo pribadi menyenangkan, humoris, cerdas, dan suka bercanda. Dia kalau sekarang masih ada mungkin sudah jadi stand up comedian," ingatnya.
Selain itu, Bimo semasa berkuliah juga terkenal pintar memainkan gitar. Bahkan, pria kelahiran Malang tersebut mendirikan grup musik bersama para aktivis sekaligus seniman di Unair lainya.
"Band ini namanya Lontar, membuat lirik lagu sendiri, yang semua temanya kritik politik dan seruan perlawanan. Dia posisinya bassist dan backing vocal," ucapnya.
Baca juga: Mengenang Ita Martadinata, Aktivis HAM 1998 yang Dibunuh Sebelum Bersaksi di PBB
Karena kerap bertemu, Dandik, Bimo, Herman beserta kawan lainnya sepakat mendirikan SMID di Surabaya. Bahkan, ketiganya sering tidur bersama di lokasi sekretariat organisasi itu.
"Bimo dipanggil SMID Pusat untuk mengisi bagian Departemen Pendidikan dan Propaganda. Aku lupa tanggalnya, pokoknya sebelum Juli 1996, dia ke Jakarta sebelum Herman," jelasnya.
Bimo sempat meminta waktu kepadanya untuk memberikan tanggapan terkait panggilan tersebut. Akhirnya, Dandik mengajak kawannya itu ke rumahnya di kawasan Jalan Ngagel, Surabaya.
"Aku ngomong (ke Bimo) enggak, aku bilang kamu masih relatif baru jadi pengurus di Surabaya, kami juga masih membutuhkanmu di Surabaya. Menurutku, Jakarta sudah banyak orang pintar," kata Dandik.
Baca juga: Amnesty Internasional: Jangan Lupakan Kekerasan Seksual dalam Tragedi Kerusuhan 1998
Namun, Bimo tidak memberikan tanggapan setelah mendengarkan argumen kakak tingkatnya tersebut. Tak lama, dia akhirnya pergi ke Jakarta tanpa berpamitan ke Dandik.
Dandik kemudian kehilangan kabar dari Bimo, ketika peristiwa Kudatuli pecah. Setelahnya, dia baru mengetahui jika adik kelasnya tersebut selamat dari penangkapan para aktivis.
Singkat cerita, Dandik bertemu kembali Bimo, ketika berada di salah satu tempat kos Jalan Jojoran Surabaya, pada 1997. Tujuannya sama dengan Herman, mengajak aktif berorganisasi kembali.
Dandik teringat, Bimo pernah dikabarkan ditangkap dan dipenjara di Polda Metro Jaya, jelang pemilihan anggota DPR, yang rencananya digelar pada 29 Mei 1997.
"Bimo mengorganisir massa arus bawah PDI Pro Megawati dan PPP (Partai Persatuan Pembangunan) melawan Soeharto. Dia ketahuan tasnya berisi selebaran, seruan perlawanan terhadap Orde Baru," ceritanya.
Baca juga: Penyelesaian 12 Kasus Pelanggaran HAM Dinilai Semu sebab Pemerintah Tak Minta Maaf
Namun, Dandik tidak mengetahui secara pasti berapa lama adik kelasnya tersebut dipenjara.
Akan tetapi, dia mendapatkan kabar dari orangtua Bimo bahwa anak mereka kembali dicari polisi pada awal 1998.
"Kabar dari keluarga Bimo, mereka (polisi) mengancam, 'boleh saja kalian berbohong di mana Bimo sembunyi, tapi cepat atau lambat Bimo akan kami tangkap'," Dandik saat menirukan informasi dari orangtua Bimo.
Kemudian, Dandik bersama kawannya yang lain sudah tidak pernah mendengarkan kabar Bimo, pada April 1998.
Baca juga: Ayah Aktivis 98 Petrus Bima Anugrah: Kalau Dia Dipanggil Tuhan, Selamat Jalan Anakku...
Sementara itu, mantan Dosen Wali Bimo di Unair, Liestianingsih Dwi Dayanti mengatakan, anak didiknya tersebut termasuk mahasiswa aktif dan pintar, ketika berada di kelas yang diajarnya.
"Saya mengajar Bimo di Dasar Hubungan Masyarakat (Humas), mengenalnya selama satu tahun saat dia menjadi mahasiswa baru," kata Lies.