Dalam perjalanannya, Slamet mengungkapkan, pasangan Sunyoto dan Ruchmiati mengadopsi anak perempuan dan tercatat dalam kartu keluarga.
"Nyoto dan Mbah Rukmi malah mengadopsi satu anak perempuan. P ini malah tidak pernah pulang," terang Slamet.
Semasa hidup, kata dia, Sunyoto disebut tidak bekerja. Justru Mbah Rukmi yang menjadi tulang punggung dengan berdagang di pasar.
Sepengetahuan warga, sejak sebelum Sunyoto meninggal dunia, tanah tersebut sudah diatasnamakan Mbah Rukmi.
Juga waktu itu terbit akta notaris atas nama Ruchmiati, dari proses peralihan hak sekitar tahun 2017. Kemudian pada tahun 2019 terjadi peralihan hak yang tidak disadari oleh Mbah Rukmi.
Warga menjelaskan, pada saat ada petugas mengukur luas lahan, Mbah Rukmi dibawa ke sebuah tempat,.
Di tempat tersebut, Mbah Rukhmi diminta membuhuhkan cap jari jempol, dengan dalih mendapat bantuan sebesar Rp 200.000. Pada waktu itu Mbah Rukmi masih bisa berjalan dan berkomunikasi dengan baik.
"Mbah Rukmi bercerita kepada para tetangga, bahwa di pencucian motor itu diminta untuk cap jempol dan diberi uang Rp 200 ribu, yang katanya menerima bantuan. Diduga proses itulah peralihan hak milik," terang Slamet.
"Mbah Rukmi ini tidak bisa baca tulis, jadi iya iya saja, sambil pulang bawa uang itu," imbuh Slamet.
Belakangan diketahui, terjadi proses jual beli rumah dari P dengan seorang warga desa setempat seharga Rp 150 juta.
Warga heran dan mempertanyakan proses peralihan akta peralihan hak milik Mbah Rukmi yang tiba-tiba beralih ke orang lain
"Warga mintanya tanah itu dikembalikan atas nama Mbah Rukmi," terang Slamet.
Sementara itu, situasi dalam rumah Mbah Rukmi kosong tidak ada perabotan. Meski demikian, lantai rumah Mbah Rukmi terlihat rapi dan bersih.
Setiap harinya, para tetangga menyediakan makanan dan merawat Mbah Rukmi. Warga juga membersihakan badan Mbah Rukmi.
Baca juga: Pemuda Dikeroyok 4 Pria di Tulungagung, Bermula Beda Kaos Perguruan Silat