Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Mbah Rukmi, Rumah yang Ditempatinya Diduga Dijual Anak Tiri, Kini Dirawat oleh Para Tetangga

Kompas.com, 16 Mei 2023, 17:34 WIB
Slamet Widodo,
Pythag Kurniati

Tim Redaksi

TULUNGAGUNG, KOMPAS.com - Seorang nenek bernama Ruchmiati (81) tinggal sebatang kara di Dusun Ringinagung, Desa Ringinpitu, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung Jawa Timur.

Saat ini, rumah yang ia tinggali diduga sudah dijual oleh anak tirinya. Lantaran sudah tua, Mbah Rukmi, sapaan akrabnya menggantungkan hidup pada tetangga-tetangganya.

Baca juga: Mbah Ponirah, Istri Mendiang Mbah Maridjan Sang Juru Kunci Merapi, Meninggal Dunia

Kondisi Mbah Rukmi yang memprihatinkan sempat direkam oleh seorang warga dalam video berdurasi sekitar 58. Video tersebut juga viral di media sosial.

Dalam video itu, perekam menjelaskan, bahwa rumah dan tanah nenek tersebut sudah dibeli oleh orang lain.

"Kasihan, rumah nenek yang sebatang kara ini dijual oleh orang tak bertanggung jawab," demikian keterangan dalam akun pengunggah video tersebut.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Surabaya Terkini (@surabaya.terkini)

Rumah diduga dijual anak tiri

Saat Kompas.com mendatangi rumahnya, Mbah Rukmi sedang duduk di teras, Selasa (16/5/2023).

Menurut tetangganya, hal itu memang menjadi kebiasaan Mbah Rukmi. Nenek tersebut baru masuk ke dalam rumah ketika hendak tidur.

Menurut warga, rumah itu dulunya dihuni oleh Mbah Rukmi dengan suaminya Sunyoto, serta seorang anak tirinya.

Baca juga: Update Kasus Pembunuhan Berantai Dukun Pengganda Uang Mbah Slamet, Ada 28 Orang Dilaporkan Hilang

Di usianya yang telah 81 tahun, Mbah Rukmi sudah sangat lemah dan renta.

Meski pendengarannya berkurang, dia masih bisa mengingat warga yang setiap hari merawatnya.

Warga sekitar yang mengaku mengetahui betul kondisi keluarga Mbah Rukmi pun geram. Warga menyebutkan, rumah yang ditempati Mbah Rukmi dijual oleh sang anak tiri yang selama ini tinggal di luar daerah Tulungagung.

"Mbah Rukmi menikah dengan Nyoto dan tidak punya anak. Anaknya satu bawaan dari almarhum Sunyoto suami sambung Mbah Rukmi," kata tetangga seberang rumah Mbah Rukmi, Slamet, Selasa (16/5/2023).

Kekecewaan para tetangga tersebut dipicu, karena anak tiri berinisial P, selama ini tidak pernah merawat Mbah Rukmi. 

Bahkan, ketika suami Mbah Rukmi meninggal, sang anak justru disebut menanyakan perihal surat-surat tanah.

"Anaknya itu sudah diikhlaskan pergi dari rumah oleh ayahnya sendiri. Istilah singkatnya diusir dan dia tidak punya hak atas rumah Mbah Rukmi ini," kata dia.

Baca juga: Kesal Tak Diberi Uang, Pengamen di Tulungagung Pukul Bodi Mobil hingga Buat Penumpang Ketakutan

Kepemilikan 

Dalam perjalanannya, Slamet mengungkapkan, pasangan Sunyoto dan Ruchmiati mengadopsi anak perempuan dan tercatat dalam kartu keluarga.

"Nyoto dan Mbah Rukmi malah mengadopsi satu anak perempuan. P ini malah tidak pernah pulang," terang Slamet.

Semasa hidup, kata dia, Sunyoto disebut tidak bekerja. Justru Mbah Rukmi yang menjadi tulang punggung dengan berdagang di pasar. 

Sepengetahuan warga, sejak sebelum Sunyoto meninggal dunia, tanah tersebut sudah diatasnamakan Mbah Rukmi.

Juga waktu itu terbit akta notaris atas nama Ruchmiati, dari proses peralihan hak sekitar tahun 2017. Kemudian pada tahun 2019 terjadi peralihan hak yang tidak disadari oleh Mbah Rukmi.

Warga menjelaskan, pada saat ada petugas mengukur luas lahan, Mbah Rukmi dibawa ke sebuah tempat,.

Di tempat tersebut, Mbah Rukhmi diminta membuhuhkan cap jari jempol, dengan dalih mendapat bantuan sebesar Rp 200.000. Pada waktu itu Mbah Rukmi masih bisa berjalan dan berkomunikasi dengan baik.

"Mbah Rukmi bercerita kepada para tetangga, bahwa di pencucian motor itu diminta untuk cap jempol dan diberi uang Rp 200 ribu, yang katanya menerima bantuan. Diduga proses itulah peralihan hak milik," terang Slamet.

"Mbah Rukmi ini tidak bisa baca tulis, jadi iya iya saja, sambil pulang bawa uang itu," imbuh Slamet.

Rumah diduga dijual

Rumah Mbah Rukmi di Tulungagung. Rumah Mbah Rukmi di Tulungagung.

Belakangan diketahui, terjadi proses jual beli rumah dari P dengan seorang warga desa setempat seharga Rp 150 juta. 

Warga heran dan mempertanyakan proses peralihan akta peralihan hak milik Mbah Rukmi yang tiba-tiba beralih ke orang lain

"Warga mintanya tanah itu dikembalikan atas nama Mbah Rukmi," terang Slamet.

Sementara itu, situasi dalam rumah Mbah Rukmi kosong tidak ada perabotan. Meski demikian, lantai rumah Mbah Rukmi terlihat rapi dan bersih.

Setiap harinya, para tetangga menyediakan makanan dan merawat Mbah Rukmi. Warga juga membersihakan badan Mbah Rukmi. 

Baca juga: Pemuda Dikeroyok 4 Pria di Tulungagung, Bermula Beda Kaos Perguruan Silat

Kondisi Mbah Rukmi yang sudah mulai pikun, membuat ia buang air kecil maupun besar di teras rumahnya, tempat ia berdiam.

Anik Pratiwi (53) tetangga Mbah Rukmi, rutin membersihkan setiap pagi dan sore. Begitu juga waktunya makan dan minum, Anik juga datang menyuapi Mbah Rukmi.

Untuk kebutuhan makanan, Mbah Rukmi tidak pernah kekurangan. Karena senua tetangga gotong royong peduli dengan mbah Rukmi. 

"Saya membersihkan dan memenuhi kebutuhan makan. Yang menjadi keluhan kami adalah biaya perawatannya. Untuk makan sudah tidak kurang," terang Anik Pratiwi di teras rumah Mbah Rukmi.

Anik menjelaskan, dulu yang merawat Sunyoto adalah anak angkatnya, hingga meninggal dunia. Selain itu, anak angkat sunyoto juga menutup utang yang jumlahnya cukup besar. 

Kemudian anak angkat Sunyoto tersebut diduga kecewa lantaran tidak dilibatkan dalam proses jual beli.

Dengan situasi tersebut, anak angkat Sunyoto enggan merawat Mbah Rukmi, karena kondisi ekonomi keluarganya juga masih kurang.

"Dulu anak angkatnya yang merawat. Sesekali anak angkatnya itu masih ke sini menjenguk," terang Anik.

Baca juga: Innova Seruduk 2 Motor di Surabaya lalu Tabrak Pagar Rumah, Pengemudi Meninggal

Anik mengatakan, Mbah Rukmi pernah dibawa ke panti jompo agar kesehatannya terkontrol.

Namun Ia menolak, dan memilih tetap tinggal di rumah, karena masih merasa memiliki rumah tersebut. 

"Mbah Rukmi maunya tetap tinggal sampai meninggal dunia di rumah ini," ujar Anik.

Penjelasan kepala desa

Sementara itu, Kepala Desa Ringinpitu Suwito menjelaskan, tidak ada sengketa dalam proses jual beli tersebut. Semua berkas yang ia terima sudah sesuai prosedur.

Pihak pemerintah desa juga pernah melakukan mediasi dengan pihak pembeli dengan warga.

Kemudian, diperoleh kesepakatan yakni Mbah Rukmi tetap boleh tinggal di rumah tersebut sampai meninggal dunia.

"Artinya, sudah ada solusi dari pembeli. Yaitu Mbah Rukmi tetap boleh tinggal sampai akhir hayat," terang Kepala Desa Ringinpitu Suwito di kawasan rumah Mbah Rukmi, Selasa (16/05/2023).

Pemerintah desa juga mengupayakan beragam bantuan sosial untuk mencukupi kebutuhan Mbah Rukmi melalui para tetangga.

Pihak desa bersama dinas terkait juga pernah membujuk Mbah Rukmi, untuk dibawa ke panti jompo. Namun Mbah Rukmi kukuh menolak, dan ingin tetap tinggal di rumah yang kini bukan miliknya itu.

"Kami tidak bisa memaksa, kalau yang bersangkutan tidak berkenan," terang Suwito.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau