Setelah sampai di Malaysia, Sugimin sempat dihubungi oleh seorang agen bernama Jack Lo. Dia mendapat kabar bahwa sang istri telah bekerja.
"Istri saya katanya akan dibayar 1.300 Ringgit Malaysia. Kalau disini sekitar Rp 4,2 juta," tutur Sugimin.
Beberapa saat setelah diterima kerja di Malaysia, kondisinya baik-baik saja. Tidak ada hal yang aneh maupun janggal. Hanya saja, sang istri tidak boleh memegang ponsel selama bekerja disana.
"Sempat kontak saya, katanya enggak boleh bawa HP di sana. Saya iyain aja, mungkin itu aturan di sana. Saya bilang ya sudah sabar, yang penting saya tahu kabar sampean baik-baik di sana sudah tenang," ungkapnya.
Namun lama kelamaan, kontak HP sang istri tidak bisa dihubungi. Mulai saat itu Sugimin agak cemas dengan kondisi I.
"Saya kemudian dapat WA voice note dari temannya istri yang ngabari ke keluarga. Kebetulan katanya orang Banyuwangi juga, ketemu pas di Pasar Malaysia sana katanya," katanya.
"Dikabari bahwa, selama enam bulan HP sang istri disita majikan," imbuh Sugimin.
Baca juga: Batu Bata Kuno Ditemukan di Banyuwangi, Diduga dari Era Kerajaan Majapahit
Beberapa bulan setelah itu, Sugimin hilang kontak dengan sang istri. Dan baru beberapa hari terakhir mendapat kabar dari KBRI Malaysia bahwa sang istri dianiaya oleh majikannya.
"Hari Minggu kemarin saya ditelepon KBRI Malaysia," ujarnya.
Karena bingung, akhirnya Sugimin memberanikan diri menghubungi Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Banyuwangi, yang kebetulan kantornya tak jauh dari rumahnya.
"Saya akhirnya meminta bantuan," ujarnya.
SBMI Banyuwangi yang menerima aduan itu langsung melakukan koordinasi dengan stakeholder terkait.
"Setelah kita cek, kita langsung koordinasi dengan Pemkab Banyuwangi, BP2MI, Pemdes, maupun jaringan kita yang ada di Malaysia," kata Ketua SBMI Banyuwangi, Agung Sebastian.
Terkait kepulangan korban, SBMI juga menunggu arahan dari Kementerian Luar Negeri RI melalui KBRI maupun KJRI di Malaysia, selaku pihak yang mengurus korban.
"Menunggu arahan dari sana. Kita berharap jika sudah memungkinkan agar segera pulang ke Banyuwangi," terang Agung.
Baca juga: Waspadai Perekrutan Baru PRT Anak, Saat Ini Jumlahnya Tembus 360.000
Sementara itu Kepala Desa Sraten, Arif Rahman membenarkan jika PRT yang mengalami penyiksaan di Malaysia tersebut adalah warganya.
"Benar itu warga saya. Namun kita cek di arsip pada Maret 2022, tidak ada laporan masuk ke kami," kata Rahman kepada Kompas.com.
Rahman mengaku baru mendengar kabar warganya disiksa di Malaysia tersebut tadi malam, setelah ada salah satu warganya yang melapor.