KOMPAS.com - Tari Glipang merupakan tarian yang biasa dilakukan oleh masyarakat Probolinggo, Jawa Timur. Tarian ini kemudian menjadi tradisi.
Kesenian tari Glipang diwariskan secara turun-temurun.
Tari Glipang menjadi salah satu ikon Kabupaten Probolinggo.
Pertunjukan Tari Glipang selain menghibur juga terdapat unsur perjuangan di dalamnya.
Dalam laman kebudayaan.kemendikbud.go.id disebutkan bahwa awalnya tari Glipang bukan sekedar tarian melainkan sebagai gambaran keberanian prajurit yang gagah berani untuk mengusir penjajah Belanda.
Ada semboyan khusus untuk menggambarkan keberanian tersebut, yakni katembheng poteh mata angok poteh tolang.
Artinya lebih baik mati daripada menanggung malu di tangan penjajah.
Perjalanan tari Glimbang bermula dari seniman Madura bernama Sardan yang hijrah ke Desa Pendil, Kecamatan Banyuanyar, Kabupaten Probolinggo.
Baca juga: Tari Remo: Gerakan, Pola Lantai, Properti, Iringan, dan Maknanya
Maksudnya adalah untuk mengembangakan tari Topeng. Karena di Madura, tari Topeng saling berebutan.
Rupanya, tari Topeng ditolak warga setempat, karena tarian tersebut menggunakan gamelan yang identik dengan aurat penarinya terbuka.
Sebab, masyarakat Probolinggo memiliki nilai religius yang tinggi.
Kemudian, Sardan berupaya menyesuaikan dengan kebiasaan masyarakat lokal. Sayangnya sebelum karya terwujud, dia meninggal dunia.
Keinginan untuk mewujudkan karya dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Seno.
Seno berkerja sebagai mandor tebu di Pabrik Gula Gending yang dikuasai Belanda.
Seno yang berjuluk Sari Truno memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi dan sering berkonflik dengan Belanda yang dikenal sewenang-wenang.