SURABAYA, KOMPAS.com - Sebanyak 46 anak di Kota Surabaya, Jawa Timur, yang terjangkit penyakit campak pada Januari 2023, dinyatakan sembuh.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya Nanik Sukristina mengatakan, kasus 46 anak yang terjangkit campak merupakan limpahan dari wilayah tetangga yang sedang berstatus kejadian luar biasa (KLB).
Baca juga: Wali Kota Surabaya Ancam Pidanakan ASN Kedapatan Pungli
Namun, sekarang ini 46 kasus campak tersebut sudah sembuh.
"Memang rata-rata ada di wilayah Surabaya Utara. Kasus campak ada 46 anak di bulan Januari 2023, tapi alhamdulillah semuanya sudah sembuh. Jadi bukan kasus di tahun 2022, tapi kasus di awal tahun 2023," kata Nanik di Surabaya, Jumat (27/1/2023).
Menurut Nanik, faktor timbulnya penyakit campak bukan karena musim. Penyakit tersebut disebabkan virus RNA dari genus Morbillivirus, keluarga Paramyxoviridae. Virus tersebut mudah mati karena panas dan cahaya.
"Bukan karena musim, tapi memang penularannya cepat sekali. Mungkin mobilitas warga di Surabaya utara cepat sekali ke daerah-daerah yang KLB," ujar dia.
Nanik pun meminta masyarakat mengenali ciri-ciri atau gejala penyakit campak yang harus diwaspadai.
Di antaranya, panas badan biasanya lebih 38 derajat celcius selama tiga hari atau lebih. Juga, disertai gejala batuk, pilek, mata merah atau mata berair.
“Bercak kemerahan/rash/ruam yang dimulai dari belakang telinga berbentuk makulopapular selama tiga hari atau lebih, beberapa hari kemudian (4-7 hari) akan menyebar ke seluruh tubuh,” paparnya.
Kemudian, ditemukan tanda khas bercak putih keabuan dengan dasar merah di pipi bagian dalam. Lalu, mengalami bercak kemerahan setelah 7–30 hari yang akan berubah menjadi kehitaman dan disertai kulit bersisik.
“Untuk kasus yang telah menunjukkan hiperpigmentasi, maka perlu dilakukan anamnesis dengan teliti. Apabila pada masa akut (permulaan sakit) terdapat gejala-gejala yang telah disebutkan, maka kasus tersebut merupakan kasus suspek campak," imbuhnya.
Nah, untuk mencegah penularan kasus tersebut di wilayah berisiko, pihaknya memastikan telah melibatkan seluruh fasilitas layanan kesehatan (Fasyankes), yang meliputi puskesmas, rumah sakit, dan klinik.
Menurutnya, kasus campak dengan klinis ringan, tidak perlu dirawat di rumah sakit. Penderita bisa dirawat di rumah dengan protokol kesehatan ketat oleh tim medis.
"Sedangkan kasus campak dengan kondisi berat seperti sesak nafas (Pneumoniae), diare berat, radang selaput otak perlu tatalaksana rumah sakit dengan perawatan intensif secara isolasi. Ini untuk mencegah penularan nosokomial," kata dia.
Kesembuhan 46 anak tersebut, kata Nanik, tak lepas dari kerja keras tenaga kesehatan dalam menggejot cakupan tambahan imunisasi measles rubella (MR) bagi sasaran di wilayah berisiko.
Nanik memastikan, pihaknya juga melaksanakan door to door bagi sasaran bulan imunisasi anak nasional (BIAN) dan bulan imunisasi anak sekolah (BIAS) untuk menjamin pemerataan di Kota Pahlawan.
"Seperti yang kita lakukan kemarin, BIAN dan BIAS itu merupakan upaya pencegahan penyakit campak. Alhamdulillah, vaksin capaian BIAN dan BIAS kita sudah melebihi dari target," kata Nanik.
Ia menjabarkan, target nasional untuk imunisasi MR pada 2022 adalah 95 persen. Sedangkan capaian MR 1 di Surabaya, sudah 99,3 persen untuk usia 9 bulan dalam imunisasi dasar lengkap.
Baca juga: Pemkot Surabaya Diminta Serius Cegah Pernikahan Dini karena Picu Anak Putus Sekolah
Kemudian untuk MR 2, mencapai 101,99 persen pada usia 18-24 bulan dalam imunisasi booster baduta (anak usia di bawah dua tahun).
"Untuk capaian BIAN di atas target Nasional, lebih dari 95 persen. Capaian MR 1 sebesar 99,3 persen untuk usia 9 bulan. Dan untuk MR 2, mencapai 101,99 persen dengan sasaran usia 18-24 bulan atau di bawah usia 2 tahun," ungkap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.