SURABAYA, KOMPAS.com - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, Jawa Timur, diminta serius menekan kasus pernikahandini. Sebab, pernikahan dini berisiko menimbulkan stunting dan putus sekolah.
Hal itu disampaikan Ketua Forum Anak Kota Surabaya, Neerzara Syarifah Alfarizi di Surabaya, Jumat (27/1/2023).
Menurut Caca, panggilan Neerzara Syarifah Alfarizi, pernikahan anak di Surabaya masih tinggi meski trennya cenderung menurun.
Baca juga: Tingkatkan Cakupan Imunisasi MR, Dinkes Surabaya: Sudah 46 Anak Terjangkit Campak
Berdasarkan data di Pengadilan Agama Surabaya, pada 2021 jumlah dispensasi nikah di Surabaya mencapai 375 kasus. Kemudian, pada 2022 menurun menjadi 264 kasus. Tahun ini, dispensasi nikah sudah ada 19 kasus.
Ia berharap, angka dispensasi nikah tahun ini jauh lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya.
"Saya harap itu setop di situ, tidak ada pernambahan lagi dan cukup sampai 19 yang mengajukan dispensasi pernikahan," kata Caca.
Baca juga: 2 Tersangka Pengeroyok 5 Jurnalis di Surabaya Ditangkap, 2 Lainnya Menyerahkan Diri
Ia menyebut, salah satu penyebab tingginya tren pernikahan usia dini karena hamil di luar nikah.
"Ketika pergaulan bebas, timbul married by accident. Apabila sudah kejadian maka jalan yang dipilih adalah menikah," ucap dia.
Padahal, pernikahan pada anak sejatinya bisa menimbulkan masalah baru, terlebih bagi perempuan. Selain anak tersebut harus mengemban tanggung jawab sebagai orangtua, perempuan yang menikah di usia dini biasanya harus keluar dari sekolah.
"Anak dengan kasus pernikahan dini ini seharusnya justru lebih banyak mendapatkan perhatian. Pernikahan usia dini bukan hanya membahayakan fisik si orangtua, tetapi juga kepada anak yang dilahirkan nantinya," ujar Caca.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.