Dalam perjalanannya, erupsi Gunung Ijen terjadi sejak tahun 1900 silam. Erupsi itu berupa letusan-letusan freatik yang bersumber dari danau kawah.
Lalu erupsi freatik pada tahun 1993 menghasilkan tinggi kolom asap berwarna hitam yang mencapai ketinggian 1.000 meter.
Pada tahun 2011 hingga 2012 juga mengalami peningkatan aktivitas berupa kenaikan kegempaan dan suhu air danau.
Baca juga: Gunung Ijen Bergejolak, Suhu Air Danau Meningkat, Muncul Asap Kawah Setinggi 200 Meter
Kemudian pada tahun 2017 terjadi tiga kali semburan gas (CO2 outburst). Pada tahun 2018 juga terjadi tiga kali semburan gas (CO2 outburst), yaitu pada tanggal 10 Januari 2018, 19 Februari 2018 dan 21 Maret 2018.
Aktivitas itu merupakan semburan gas yang cukup besar yang diikuti oleh kejadian aliran gas menyusuri lembah Sungai Banyu Pait hingga mencapai jarak lebih dari 7 kilometer.
Peningkatan kegiatan terakhir terjadi pada 17 Januari 2020, berupa kenaikkan jumlah Gempa Vulkanik Dangkal.
Badan Geologi mencatat, kegempaan Gunung Ijen didominasi oleh gempa permukaan sejak 1 Januari 2023, yakni berupa gempa vulkanik dangkal yang terekam 82 kali dan gempa hembusan 32 kali.
Baca juga: Aktivitas Vulkanik Meningkat, TWA Kawah Ijen Tetap Buka
Terkait peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Ijen tersebut, bisa dievaluasi kembali jika terdapat perubahan aktivitas secara visual dan instrumental yang signifikan.
Sementara itu, menurut General Manajer Ijen Geopark, Abdillah Baraas, peningkatan aktivitas vulkanik Kawah Ijen disebabkan ada magma/lava yang sedang mencari jalan keluar.
Gunung Ijen, kata Abdillah, memiliki dapur magma yang ada di bawahnya.
"Kalau dianalogikan, di bawah kawah itu saat ini sedang bergejolak seperti kompor panas," kata Baraas.
"Kemudian memiliki kawah yang dianalogikan seperti panci air. Sehingga jika api di kompor itu menyala, maka air di panci akan mendidih," imbuhnya.
Sedangkan volume air yang meningkat, disebabkan adanya curah hujan yang tinggi.
"Didukung pula dari data PPGA Ijen yang menunjukkan aktivitas melebihi batas normal," ungkap Baraas.
Dia juga mengungkapkan bahwa aktivitas vulkanik Kawah Gunung Ijen merupakan siklus alam tahunan yang terus berulang.
Namun pada awal tahun 2023 ini, siklus peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Ijen itu lebih cepat 10 tahun, sejak 2012 silam.
"Lebih cepat 10 tahun agaknya, karena dulu pernah terjadi siklusnya lumayan agak lama," ujarnya.
Dengan aktivitas itu, General Manajer Ijen Geopark itu menyampaikan bahwa saat ini danau di Kawah Ijen tidak disarankan untuk dikunjungi, karena gas-gas beracun yang sedang meningkat.
"Karena cukup berbahaya," tandas Abdillah Baraas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.